Oleh Frans Anggal
Bupati Flotim Simon Hayon menang di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Surabaya setelah melakukan banding atas kekalahan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang dalam kasus gugatan perampingan birokrasi di Flotim. Andreas Ratu Kedang dkk selaku penggugat yang sebelumnya menang, kini berencana melakukan kasasi. Bagaimana hasilnya nanti, proses di tingkat kasasi akan memberikan jawaban.
Meski keputusan ini belum berkekuatan hukum tetap karena penggugat masih akan melakukan upaya kasasi, toh hasil di tingkat pengadilan tinggi memberikan kekuatan moril, tidak hanya kepada Bupati Simon dan Wabup Yosni Herin, tetapi juga kepada masyarakat yang sudah, sedang, dan akan menikmati sentuhan pembangunan sebagai dampak dari perampingan birokrasi itu. Dengan menciutkan jumlah dinas, pemerintahan Simon-Yosni menghemat Rp6 miliar. Dana ini digunakan antara lain untuk membangun infrastruktur pedesaan yang sebelumnya ditelantarkan akibat tersedotnya banyak dana untuk belanja birokrasi yang gemuk.
Simon-Yosni sangat yakin dengan pilihannya. Pilihan ini demi mempercepat pemerataan pembangunan dan penyejahteraan masyarakat, terutama warga pedesaan yang sebelumnya terlupakan, terpinggirkan, dan termiskinkan. Keyakinan akan ketepatan pilihan ini tentu sudah dengan sikap ‘siap mental’ menghadapi reaksi penolakan dan perlawanan dari pejabat yang harus kehilangan kursi dan penurunan eselonering akibat dari perampingan birokrasi. Gugatan ke PTUN Kupang yang mengalahkan Bupati Simon adalah bagian dari reaksi itu. Namun kemenangannya di tingkat PT TUN Surabaya semakin mengukuhkan keyakinan akan ketepatan pilihan yang telah diambil. Memang ada harga yang harus dibayar, dan itu harus dilihat sebagai salib dari keksatriaan seorang pemimpin. Ia siap dibenci oleh segelintir pejabat demi cintanya untuk seluruh rakyat.
Kita sangat berharap, pengalaman Flotim di bawah Simon-Yosni menjadi pembelajaran bagi kabupaten lain di Flores-Lembata, terutama bagi kabupaten baru seperti Nagekeo dan Manggarai Timur. Sayang sekali, yang kita harapkan itu tidak terjadi. Baik Nagekeo maupun Manggarai Timur kembali jatuh pada pola lama, pola birokrai gamuk yang di mana-mana sudah terbukti tidak efektif, tidak efisien, dan tidak ekonomis. Pengulangan pola lama ini bisa saja menggumpalkan kehawatiran banyak kalangan bahwa pembentukan daerah baru hanya menjadi kesempatan bagi-bagi kursi. Bila ini yang terjadi maka semakin menguat pula kehawatiran lainnya bahwa daerah baru hanya melahirkan pemborosan baru serta korupsi, kolusi, dan nepotisme baru.
Di tengah keadaan seperti ini, Flotim di bawah Simon-Yosni benar-benar sendirian setelah menjadi pioner. Tak mengapa. Maju terus!
“Bentara” FLORES POS, Rabu 8 Agustus 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar