Oleh Frans Anggal
Pada 8 Agustus 2007 sejumlah tokoh muda asal Kabupaten Nagekeo menemui Danrem Arif Rahman di Kupang. Mereka meminta TNI Angkatan Darat segera membangun Komando Resor Militer (Korem) di Mbay karena masyarakat telah menyerahkan tanah seluas 35 hektare. Danrem berjanji segera meneruskan permintaan ini kepada Kepala Staf Angkatan Darat untuk dilaporkan kepada Panglima.
Ketua Komisi A DPRD NTT Martinus Darmonsi mempertanyakan apakah benar permintaan ini murni dari masyarakat ataukah ada presur dari pihak lain. Wakil Ketua DPRD NTT Kristo Blasin mengharapkan TNI bersabar meski sudah ada permintaan dari sejumlah masyarakat Negekeo. Sebab, rencana pembangunan korem pernah ditolak di Flores tahun 1999, demikian pula rencana pembangunan batalyon di Kuru, Ende awal 2007.
Permintaan sejumlah tokoh muda asal Nagekeo sangat mengejutkan. Keinginan mereka berlawanan dengan arus utama masyarakat Flores. Masyarakat pulau ini memandang tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mendirikan korem di Flores. Masyarakat pulau ini pun tidak sedang mengalami sesuatu yang mengharuskan mereka membutuhkan korem atau batalyon TNI. Yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa TNI ingin memekarkan diri di Flores, dan untuk itu mereka melontarkan alasan yang menggambarkan seakan-akan wilayah ini sedang menghadapi ancaman dari luar. Masih segar dalam ingatan, bagaimana keadaan pulau-pulau kecil di NTT seperti Mengkudu dan Bidadari didramatisir sehingga TNI harus tergesa-gesa mengibarkan Merah Putih di sana. Pulau-pulau itu aman-aman saja, namun dikesankan sekaan-akan tidak aman sehingga perlu ‘diamankan’.
Permintaan sejumlah tokoh muda asal Nagekeo juga sangat mengejutkan karena alasan yang mereka kemukakan. Mereka meminta segera dibangun korem karena masyarakat setempat telah menyerahkan tanah. Ketersediaan tanah menjadi alasan kehadiran korem, bukan kebutuhan masyarakat akan perlunya korem.
Mengejutkan pula karena permintaan ini datang dari Nagekeo kabupaten baru yang masih serba minim dan memprihatinkan infrastrukturnya. Apa sesungguhnya yang sedang dibutuhkan sebuah kabupaten baru seperti Nagekeo? Mengapa tanah seluas itu tidak diserahkan saja kepada pemerintah setempat untuk selanjutnya menjadi lokasi sentra-sentra ekonomi guna mempercepat pembangunan dan memperlancar pelayanan publik? Atau mungkin ini permainan elite eksekutif dan legislatif di Kupang untuk mengegolkan Mbay menjadi ibu kota Provinsi Flores? Bila benar demikian, cara ini justru hanya melahirkan antipati terhadap Mbay. Perlu dilacak, otak aksi megejutkan dari Nagekeo ini. Bila dia orang Flores di DPRD NTT, mari lupakan dia pada pemilu mendatang.
“Bentara” FLORES POS, Senin 27 Agustus 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar