17 Februari 2009

Pembelajaran bagi Pemkab

Oleh Frans Anggal

“Terhitung mulai hari ini dan seterusnya, pembicaraan menyangkut pembentukan (Pemerintah) Kota Ende saya nyatakan batal. Dokumen semua ada di saya dan saya masukkan di laci.” Begitu pernyataan Bupati Ende Paulinus Domi menanggapi desakan masyarakat pendemo yang menunut pembatalan rencana pembentukan pemkot.

Rencana pembentukan Pemkot Ende tidak datang dari masyarakat, tapi lahir dari pusaran kekuasaan para elite birokrasi. Rencana ini minim partisipasi publik. Tidak transparan pula, cenderung tertutup, dan malah manipulatif dalam menghimpun dukungan masyarakat. Singkatnya, tidak prosedural. Atas dasar itulah masyarakat menuntut pembatalan.

Meski hanya secara lisan, Bupati Domi memenuhi tuntutan itu. Boleh dikata, Bupati Domi lebih menghargai keinginan masyarakatnya daripada ngotot dan tanam kaki mengegolkan keinginan dirinya dan para abdi yang mengitarinya.

Ini kali kedua Bupati Domi membatalkan sesuatu yang sudah “terlanjur” ia setujui. Pada Juni 2007, ia mencabut izin tambang biji besi yang sudah ia berikan kepada PT Anugerah Persada Mining. Sikap ini ia ambil setelah mendapat penolakan dari masyarakat adat Lise Tana Telu di Kecamatan Lio Timur, Wolowaru, dan Maurole.

Dua kali membatalkan sesuatu atas desakan masyarakat bisa dibaca sebagai dua kali unjuk kebesaran jiwa menghargai dan mengutamakan kepentingan masyarakat. Tapi bisa juga dibaca secara lain, yaitu dua kali jatuh pada lubang yang sama. Lubang apakah itu?

Baik dalam kebijakan izin tambang biji besi maupun rencana pembetukan pemkot, lubang yang memerosokkan itu adalah tidak adanya penghargaan terhadap transparansi dan partisipasi publik. Kalau sejak awal dibikin transparan dan masyarakat dilibatkan maka izin tambang biji besi tidak akan dikeluarkan, dengan demikian tidak perlu ada demo penolakan dan tidak perlu pula pencabutan izin. Begitu juga dengan rencana pembentukan pemkot. Kalau sejak awal dibikin transparan dan masyarakat dilibatkan, mungkin hasilnya akan disambut gembira, sehingga tidak perlu ada demo yang berujungkan pembatalan.

Ini pembelajaran bagi pemkab. Betapa pentingnya transparansi dan partisipasi masyarakat pada setiap kebijakan publik. Melalui transparansi, masyarakat mengetahui kebijakan yang akan dan telah diambil pemerintah. Dengan mengetahuinya, masyarakat dapat memberikan umpan balik yang berguna, yang menguji, memurnikan, dan mematangkan kebijakan itu. Di sinilah letak partisipasi masyarakat. Transparansi dan partisipasi publik merupakan prasyarat mutlak. Sebab, esensi kebiijakan publik adalah konsensus dengan rakyat.

"Bentara" FLORES POS, Kamis 22 November 2007

Tidak ada komentar: