Oleh Frans Anggal
Setelah dilantik di Jakarta, Penjabat Bupati Manggarai Timur Frans BP Leok langsung meneirma kunci kantor, kunci rumah dinas, dan kunci mobil dari kabupaten induk Manggarai. Selanjutnya untuk memulai pembangunan, Manggarai Timur akan menerima Rp10 miliar, berasal dari kabupaten induk dan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur masing-masing Rp5 miliar.
Kantor, rumah dinas, mobil dinas, dan dana Rp10 miliar seakan-akan mengesankan enaknya jadi penjabat bupati. Namun di hadapan cita-cita untuk apa Manggarai Timur dibentuk, semuanya itu tak lebih daripada sarana agar mengabdi dengan sungguh-sungguh dan tulus bagi pelayanan dan penyejahteraan masyarakat.
Masyarakat Manggarai Timur mengalami selama ini pembangunan belum menghasilkan pemerataan kesejahteraan, baik dalam arti ekonomi maupun untuk memperoleh pelayanan publik yang bermutu. Pertumbuhan ekonomi hanya terjadi di beberapa pusat pertumbuhan. Demikian pula pelayanan publik belum menjangkau seluruh wilayah dengan kualitas yang merata. Harapan mereka, dengan terbentuknya daerah otonom baru maka rentang kendali dapat diperkecil, fasilitas pelayanan lebih dekat, dan kegiatan ekonomi semakin tersebar.
Mencapai impian itu tidak mudah. Manggarai Timur sangat luas, 2.643,41 km persegi. Jumlah penduduknya 232.020 jiwa, dengan kepadatan 11 jiwa per km persegi. Pemerintahannya ditangani 6 kecamatan, 104 desa, dan 10 kelurahan. Topografinya bergunung-gunung, dengan infrastruktur yang masih memprihatinkan. Sementara kenyataan di mana-mana, pemekaran daerah juga tidak secara otomatis dapat mewujudkan apa yang diimpikan. Setidaknya satu tahun pertama pasca-terbentuknya daerah baru, langkah awal adalah pengisian jabatan-jabatan politik dan birokrasi pemerintahan. Pemerintahan baru inilah yang nanti akan menyusun perencanaan pembangunan untuk mewujudkan harapan kesejahteraan.
Pada masa transisi ini, kepentingan elite birokrasi, politisi, dan pengusaha akan sangat kuat. Mereka sibuk bagi-bagi kursi, jabatan, dan proyek. Sepak terjang para laskar lapar ini akan sangat membahayakan daerah baru jika tidak diimbangi dengan kontrol masyarakat. Tanpa kontrol yang kuat, daerah baru terjerumus dalam inefisiensi dan inefektivitas. Dana alokasi umum (DAU) pasti turun, tapi belum tentu berhubungan langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Bisa saja hanya menyejahterakan sebagian kecil elite.
Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat harus dilakukan. Partisipasi masyarakat harus meningkat. Mereka mesti berani mengontrol dan mengingatkan para elite bahwa daerah baru ini dibentuk untuk mendekatkan pelayanan public dan menyejahterakan masyarakat.
"Bentara" FLORES POS, Rabu 28 November 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar