11 Februari 2009

Penjabat Bupati, Orang Pilihan

Oleh Frans Anggal

Penjabat Bupati Manggarai Timur hendaknya bukan orang buangan dari kabupaten induk Manggarai. Ia mesti berkualitas dan bermoral karena merupakan peletak dasar bagi kabupaten baru. Demikian harapan anggota DPRD Manggarai, Maksi Modo dan Domi Buet.

Siapakah orang buangan itu? Dalam konteks dinamika politik pasca-pilkada, bisa jadi dia pejabat yang tidak masuk dalam kelompok pendukung bupati dan wakil bupati Manggarai saat ini. Bisa saja ia loyalis bupati sebelumnya yang merupakan rival utama. Dia dirasakan sebagai duri dalam daging. Oleh karena itu perlu disingkirkan dengan cara dimutasikan ke daerah baru. Terpentalnya ia ke sana serampak membuka peluang bagi pengisian jabatan lowong oleh pejabat loyalis yang selama ini sudah menunggu atau sudah dipersiapkan.

Dalam konteks pemwilayahan baru, orang buangan boleh jadi pejabat asal Manggarai Timur entah dari Kecamatan Poco Ranaka, Borong, Kota Komba, Elar, atau Sambi Rampas. Ia ditendang ke daerah dari mana ia berasal. Jabatan yang ia tinggalkan akan diisi oleh pejabat asal kabupaten induk yang tentu bukan dari kelompok yang dulu bersebarangan dalam pilkada.

Sedangkan dalam konteks pengunggulan diri kabupaten induk, orang buangan bisa berarti pejabat yang memang tidak berkualitas, yang bila dipertahankan terus hanya akan bikin rusak kabupaten induk. Orang yang ‘tidak ada potongan’ sepeti ini dipromosikan ke Manggarai Timur yang pada gilirannya juga hanya akan bikin rusak Manggarai Timur.

Manggarai Timur adalah kabupaten balita. Baru ditetapkan pembentukannya 17 Juli lalu. Sebagai bayi, ia masih ringkih. Masa depannya sangat ditentukan oleh bagaimana rancang bangunnya dibuat. Ia membutuhkan perancang atau arsitek yang piawai.

Dalam kurun waktu setahun menjelang pilkada, arsitek bagi sebuah daerah baru adalah seorang penjabat bupati. Manggarai Timur membutuhkan penjabat bupati yang andal. Kualifikasinya harus “orang pilihan”, bukan “orang buangan”. Ia mesti cerdas, bermoral, dan berani dalam meletakkan dasar.

Satu tahun memimpin, penjabat bupati tidak perlu melakukan semua hal tetek bengek. Selain menunaikan tupoksi yang sudah ditentukan undang-undang, ia mesti memulai dan memantapkan apa yang paling penting yang menjadi tonggak pedoman ke depan. Dalam birokrasi, sekadar contoh, ia bisa segera melancarkan terobosan internal dengan berbagai pembaruan. Misalnya saja melahirkan kode etik birokrasi yang dioperasionalkan secara ketat di dalam berbagai peraturan yang diarahkan untuk memaksimalkan pelayanan kepada publik. Yang ini dan lain-lain yang strategis tentu hanya bisa lahir dari diri orang pilihan, bukan orang buangan.

“Bentara” FLORES POS, Kamis 23 Agustus 2007

Tidak ada komentar: