Oleh Frans Anggal
Warga Lewoleba, Kabupaten Lembata, menderita krisi air bersih. Setiap hari mereka berjam-jam menunggu air satu jeriken. Satu-satunya tempat mengamil air adalah bak penampung milik SVD Dekenat Lembata. DPRD menilai pemerintah masa bodoh. Desakan agar PDAM direstrukturisasi tidak ditanggapi. Menurut bupati, kini pemerintah sedang mengerjakan proyek air bersih.
Keluhan akan krisis air bersih melanda banyak tempat di Flores, dari Labuan Bajo hingga Larantuka. Di pulau ini, sebagian besar PDAM belum berkinerja bagus. PDAM tetap berada dalam kondisi tidak sehat akibat korupsi serta beban utang dan tingkat pendapatan yang lebih rendah daripada biaya produksi. Juga akibat semakin langkanya dan rendahnya kualitas air baku dari sumber air permukaan. Ini menyebabkan kemampuan PDAM menyediakan air bersih yang layak dengan harga terjangkau menjadi melorot drastis.
Kita sadari, tidak ada solusi yang sederhana untuk mengatssi krisis air. Walau demikian, solusi yang jitu dan lengkap hanya mungkin jika negara, dalam hal ini pemerintah, tidak bermasa bodoh sebagaimana yang terjadi di Lembata. Pemerintah sudah seharusnya berperan aktif dalam mengatur, mengelola, mengawasi, dan memiliki sumber-sumber dan infrastruktur penyediaan air bersih.
Perlu dsadari, air bersih merupakan kebutuhan mendasar, karena itulah pemenuhannya dikategorikan sebagai pemenuhan hak asasi manusia. Kegagalan negara dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi rakyatnya merupakan kegagalan dalam melindungi hak asasi manusia seutuhnya. Oleh karenanya, menjadi tugas negara menjamin tersedia air bersih secara berkelanjutan dan merata dengan biaya yang terjangkau bagi seluruh lapisan rakyat.
Yang patut disesalkan, di tingkat nasional sekalipun, pemerintah belum memiliki political will dalam pengelolaan sumber air. Ini terihat dari belum kuatnya komitmen untuk mengalokasikan anggaran dari APBN guna menyediakan dan memeliharan infrastruktur sumber air.
Banyak pihak mengkritik pendekatan APBN kita "pelit bagi rakyat miskin, royal untuk birokrasi, boros untuk bayar utang". Kita akhirnya mengerti mengapa masih terdapat 45 juta warga di negeri ini yang belum terpenuhi kebutuhannya akan air bersih. Ini angka resmi, dan seperti biasanya merupakan angka permukaan yang menutupi angka sebenarnya yang lebih besar. Meski demikian, angka ini sudah cukup menunjukkan perjuangan sebagian warga Indonesia untuk memperoleh air bersih dan hidup layak masih sangat berat.
Sudah saatnya pemerintah melakukan pengarusutamaan anggaran untuk program kemiskinan, termasuk di dalamnya mengalokasikan anggaran yang cukup bagi penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur sumber air secara berkelanjutan dan merata dengan biaya yang terjangkau bagi seluruh lapisan rakyat.
"Bentara" FLORES POS, Jumat 11 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar