Oleh Frans Anggal
Umat Paroki Borong, Keuskupan Ruteng, menanam 5 ribu anakan mahoni dan jati di atas lahan paroki 4,6 ha. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut hasil sinode serta apresiasi program tahunan Keuskupan Ruteng yang menetapkan 2008 sebagai tahun menanam dan lingkungan hidup. Kegiatan ini juga merupakan gerakan bersama mendukung program pemerintah daerah.
Sudah lama Keuskupan Ruteng menaruh keprihatinan terhadap lingkungan hidup khususnya hutan yang mengalami deforestasi (penghilangan) dan degradasi (perusakan) luar biasa di wilayah Manggarai. Secara personal, banyak orang di Manggarai masuk hutan dan menebang pohon secara ilegal untuk dijadikan papan dan balok---mereka menyebutnya poro banggang dan coco balok.
Secara komunal, pada beberapa kasus, masyarakat adat mengklaim hutan lindung sebagai milik dan merambahnya untuk dijadikan kebun. Demikian tinggi dan luasnya deforestasi dan degradasi, sampai muncul komentar bahwa masyarakat Manggarai gemar ‘makan hutan’ (mboros puar). Istilah yang tidak berlebihan karena semakin banyaknya hutan lindung yang dirusak dan digunduli.
Masyarakat Manggarai mulai sedikit sadar ketika di mana-mana debit air semakin menurun. Semakin banyak mata air yang mengering. Kesadaran kian menguat ketika bencana tanah longsor melanda Gapong dan Golo Gega tahun 2006. Puluhan orang kehilangan nyawa. Ratusan lainnya ketiadaan tempat tinggal. Uskup Ruteng Mgr Eduardus Sangsun SVD menyebut bencana ini sebagai akibat dosa kolektif. Khusus mengenang bencana ini, sebuah lagu diciptakan komponis setempat, direkam dalam keping VCD, dan terjual laris manis. Lirik lagu menyebutkan bencana ini akibat hujan badai (usang warat) seraya mohon ampun pada Tuhan jika semuanya ini akibat dosa masyarakat (sala ka’eng tana, ndekok ka’eng beo).
Di tengah kesadaran masyarakat Manggarai yang perlahan muncul akibat terpaan bencana tanah longsor 2006, juga di tengah menguatnya kesadaran masyarakat dunia akan perubahan iklim yang dipicu pemansan global, langkah Keuskupan Ruteng menetapkan 2008 sebagai tahun menanam dan lingkungan hidup sangatlah tepat dan patut didukung. Profisiat untuk Keuskupan Ruteng.
Tindak lanjut pencanangan ini sudah mulai tampak sebagaimana yang terjadi di Paroki Borong. Kita berharap gerakan ini tidak hanya sampai di tingkat dekenat dan paroki, tapi juga meresap masuk dan mendarah daging di tingkat umat basis. Tentu semuanya harus didahului proses penyadaran dengan pola pendekatan pastoral yang mesti berubah pula dari pola yang berpusat pada paroki ke pola yang berpusat pada komunitas basis. Dengan demikian, sikap mental umat akan berubah dari eksploitasi ke pelestarian lingkungan hidup.
"Bentara" FLORES POS, Rabu 16 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar