Oleh Frans Anggal
Kabar buruk datang lagi dari DPRD Lembata. Kali ini sidang paripurnanya ricuh, dengan agenda mendengarkan laporan komisi-komisi atas hasil pembahasan laporan keterangan pertanggungjawaban bupati tahun anggaran 2007. Awalnya, Ketua DPRD Piter Keraf menyampaikan sidang paripurna ditunda karena laporan komisi-komisi belum rampung. Penyampaian ia lanjutkan dengan pembacaan surat keputusan DPC PNBK Kabupaten Lembata tentang pergantian ketua fraksi PNBK. Kericuhan dimulai dari sini, ketika masalah internal PNBK dibawa masuk ruang paripurna. Tanggap-menanggap pun melebar, tidak terfokus, hantam sana hantam sini, suara keras, kata-kata kasar, tudingan jari, dan lain-lain. Untung saja sidang segera ditutup.
Yang diperlihatkan anggota DPRD Lembata merupakan salah satu bukti betapa manusia sulit keluar dari karakter kebinatangan: karakter agresif dan destruktif. Filsuf Aristoteles bilang, manusia adalah binatang berpikir. Satu-satunya keunikan yang membedakannya dari binatang adalah akal budi. Dengan akal, manusia bisa mengendalikan nafsu kebinatangannya.
Kalau Aristoteles melihat kebinatangan dalam diri manusia, Thomas Hobes melihat keiblisan. Manusia adalah leviatan, jahat dan merusak. Tapi kodrat ini bisa diatasi dengan akal budi. Rasio mampu mengendalikan karakter leviatan. Jika rasio selalu digunakan maka perilaku iblis atau perilaku binatang bisa dicegah.
Dari sudut pandang ini kita bisa mengatakan, paripurna DPRD Lembata ricuh karena yang keluar dari diri anggota dewan adalah unsur kebinatangan (Aristoteles) atau unsur leviatan (Hobes). Mereka semua memang memiliki akal budi. Sayangnya, akal budinya takluk di bawah nafsu agresif dan destruktif yang khas milik binatang. Terkuasai oleh nafsu inilah, mereka tidak lagi berargumentasi ad rem (pada pokok soal) tapi ad hominem (menyerang pribadi orang). Caranya pun tidak lagi santun sebagai manusia beradab, apalagi sebagai wakil rakyat terhormat. Suara keras, kata-kata kasar, dan tudingan jari seakan telah mengubah ruang rapat menjadi rimba raya binatang buas.
Kita berharap para wakil rakyat mulai dan senantiasa mawas diri. Gunakan akal sehat untuk mengevaluasi setiap sikap dan tindakan. Jangan omong dulu baru pikir. Jangan otot dulu baru otak. Gunakan selalu akal sehat. Filsuf Socrates bilang, hidup yang tidak dipikirkan adalah hidup yang tidak layak untuk dijalani.
Untuk parpol, lebih selektiflah dalam memilih kader. Kualitas dan integritas harus menjadi kriteria utama dalam mengusung seseorang sebagai caleg. Untuk masyarakat luas, jangan lagi memilih wakil rakyat yang sudah ketahuan belang kebinatangan atau keiblisannya. Jangan percayai bualannya. Perhatikan jejak langkahnya.
"Bentara" FLORES POS, Senin 15 September 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar