25 Maret 2009

Lelucon Jual Pulau

Oleh Frans Anggal

Ramai diisukan, Pulau Tatawa di Manggarai Barat telah dijual kepada pihak asing. Tim Menkopolkam sampai datang untuk mengecek. Kini semakin jelas, yang sebenarnya terjadi tidak seheboh yang diisukan.

Isu seperti ini mengingatkan kita akan lelucon pada 2005 silam. Saat itu terbetik kabar, Pulau Bidadari di Manggarai Barat telah dijual kepada warga Inggris. TNI bereaksi cepat, mengirimkan pasukan dan menancapkan Marah Putih di pulau itu. Ternyata isu itu omong kosong. Pulau Bidadari tetap milik NKRI. Yang ada di sana hanyalah Reefseekers Kartenan Lestari, badan usaha milik pasangan suami istri asal Inggris yang bergerak di bidang jasa akomodasi dalam bentuk penanaman modal asing (PMA).

Lelucon yang sama kini menimpa Pulau Tatawa. Pembelinya ternyata warga negara Indonesia bernama Marianus Sae, pengusaha asal Ngada. Ia membeli dari empat pemilik tanah bersertifikat pada Mei 2008 dengan total harga Rp3,15 miliar. Sertiifkat itu sertifikat kepemilikan tanah, bukan sertifikat kepemilikan pulau. Yang diperjualbelikan bukan pulau, tapi bidang tanah di atas pulau. Pengertian pulau selalu mencakup perairan di sekitarnya. Pulau mesti dilihat sebagai entitas lingkungan, bukan hanya bidang tanah.

Yang kini menjadi tanda tanya besar, mengapa keempat warga bisa memiliki sertifikat tanah di atas Pulau Tatawa, padahal pulau itu masuk dalam zona inti Taman Nasional Komodo. Mengapa Badan Petanahan Nasional (BPN) setempat menerbitkan sertifikat? Mengapa pula sang pengusaha berani membeli tanah yang terletak dalam zona inti sebuah taman nasional?

Taman Nasional Komodo dibentuk tahun 1980, semula hanya meliputi Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Pada tahun 2000, zonanya diperluas menjadi 173.300 hektare, yang terdiri dari perairan laut 132.572 hektare dan daratan 40.728 hektare. Bisa jadi sertifikat kepemilik tanah di Pulau Tatawa diterbitkan BPN sebelum pulau itu dimasukkan dalam zona perluasan TNK. Bila ini yang terjadi maka BPN dan instasi pemerintah saat itu tidak bisa disalahkan.

Yang patut disesalkan adalah apaila BPN menerbitkan sertifikat saat Pulau Tatawa sudah menjadi bagian dari zona (inti) TNK. Untuk mendapatkan kejelasan, tahun dan prosedur penerbitan sertifkat serta para pihak yang terlibat perlu ditelusuri secara cermat.

Kini sudah ada yang mengaku sebagai pembeli. Ini salah satu titik terang yang menyumbang pada penjelasan masalah. Proses penelusuran bisa dimulai dari sini. Untuk itu, yang bersangkutan perlu dimintai klarifikasi.

Yang kita harapkan, penjernihan dan penyelesaian masalah akan menjadi semakin mudah dan cepat. Kita tidak ingin berlarut dalam “lelucon jual pulau” seperti pada 2005 silam, yang memaksa TNI datang menancapkan Merah Putih di Pulau Bidadari.

"bentara" FLORES POS, Kamis 11 September 2008

Tidak ada komentar: