25 Maret 2009

Bisakah Jadi Contoh?

Oleh Frans Anggal

Seminar ranperda penanggulangan bencana di Kupang merekomendasikan perlunya pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di NTT. Selama ini pembentukan badan dimaksud belum bisa terwujud karena belum ada perdanya yang merupakan penjabaran dari UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Kita berharap perda segera lahir, sehingga badan yang diinginkan itu secepatnya terbentuk. Di tingkat nasional, badan ini bernama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PNPB). Ini lembaga non-departemen yang bertugas membantu presiden. BNPB dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.

Sebelumnya, kita memiliki Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) Penanggulangan Bencana. Sayangnya, badan ini tidak diberi kewenangan menjalankan fungsi koordinasi yang sesungguhnya. Ibarat macan ompong, ia tidak dapat dengan serta-merta menggerakkan departemen teknis terkait yang punya sumber daya manusia dan dana ketika bencana terjadi. Sebab, memang tidak ada peraturan yang memberi kekuatan hukum guna memaksa semua unsur untuk menanggulangi bencana.

Sejak berlakunya otonomi daerah, Bakornas bahkan tidak lagi memiliki kepanjangan tangan di daerah, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota. Hubungan Bakornas di pemerintah pusat dengan satuan pelaksana (satlak) di kabupaten menjadi terputus.

Lahirnya UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana merupakan langkah maju. Demikain pula dengan dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang secara berjenjang harus ada hingga tingkat kabupaten/kota. Koordinasi akan menjadi lebih baik. Juga dananya. Ada pengalokasian dana darurat untuk penanggulangan bencana dari APBN. Ada keharusan pada pemerintah, dalam hal ini Bappenas, memprioritaskan pendanaan bagi penanganan bencana.

Kita berharap, di NTT yang rawan bencana ini, perda penangguangan bencana segera lahir agar badan penanggulangan bencana pun segera terbentuk. Harapan kita, badan ini tidak seperti bakornas masa lalu, yang hanya melakukan kegiatan pasca-bencana. Perlu ada perhatian lebih serius pada kegiatan sebelum bencana agar kita dapat mereduksi potensi bahaya/kerugian yang mungkin timbul ketika bencana datang.

Kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa pendidikan peningkatan kesadaran bencana, latihan penanggulangan bencana, penyiapan teknologi tahan bencana, pembangunan sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan kebijakan penanggulangan bencana.

Soal pendidikan kesiapsiagaan bencana, prinsipnya harus dimulai sejak dini. Di sekolah, konsep pencegahan bencana perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum. Bisakah NTT jadi contoh?

"Bentara" FLORES POS, Rabu 10 September 2008

Tidak ada komentar: