14 Maret 2009

Persamaan di Depan Hukum

Oleh Frans Anggal

Dua dari lima anggota DPRD Manggarai yang divonis penjara oleh MA karena judi sudah digiring masuk bui. Mereka menghormati putusan ini sambil tetap mengupayakan peninjuan kembali. Kepala kejaksaan negeri setempat mengatakan hukum berlaku untuk semua orang. Sedangkan kepala rumah tahanan berjanji tidak memberikan perlakuan istimewa bagi anggota dewan yang masih aktif ini. “Keduanya akan kita perlakukan sama seperti tahanan lainnya.”

Itulah prinsip ‘persamaan di depan hukum’ (equality before the law). Prinsip ini---sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945---merupakan prinsip mutlak dalam perspektif HAM. Prinsip ini memberikan landasan bahwa penegakan hukum tidak boleh diskriminatif, pandang bulu, dan tebang pilih. Hampir semua negara mengakuinya.

Prinsip ini tidak bisa ditawar-tawar. Mutlak. Karena itu, muncul adagium terkenal di dunia peradilan, "walau langit akan runtuh, hukum harus ditegakkan". Artinya, hukum harus diberlakukan secara adil kepada siapa pun, di mana pun, dan kapan pun.

Di depan hukum, tak ada diskriminasi. Pemihakan hukum hanya kepada kebenaran, di pihak mana pun kebenaran itu berada. Di mata hukum, petani kecil, pengusaha kaya, pejabat pemerintah, anggota DPRD, dan siapa pun juga diperlakukan sama.

Dilihat dari prinsip ini, hukuman bagi para anggota DPRD Manggarai seakan menjadi oasis di tengah gurun pasir penerapan hukum yang kompromistis di Indonesia. Di negeri ini, pejabat tinggi, tokoh politik, anggota legislatif yang seharusnya diusut, jarang disentuh, baik itu dalam kasus korupsi maupun pelanggaran HAM.

Menurut laporan Kontras, dalam kasus HAM yang dibawa ke pengadilan sampai saat ini, proses peradilan tidak pernah menyentuh pelaku utama dan menghukum para perwira. Vonis dijatuhkan hanya pada pelaku lapangan, itu pun vonis ringan bahkan bebas.

Hukum sudah menjadi komoditas. Banyak aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, dan advokat) menjadikan hukum barang ekonomi. Perkara dijadikan sumber penghasilan tambahan.
Menurut Komisi Yudisial, 2.440 hakim atau 40% dari total 6.100 hakim kita masuk kategori bermasalah. Sedangkan menurut Transparancy International (TI) tahun 2007, Indonesia masih dikategorikan sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi di dunia. Di Asia Tenggara, Indonesia urutan ketiga paling korup di atas Myanmar dan Kamboja.

Di tengah padang gurun ‘korupsi hukum’ seperti ini, apa yang terjadi di Ruteng merupakan oasis. Kita berharap, aparat penegak hukum tidak hanya menindak para politisi yang berjudi, tapi juga siapa saja yang melanggar hukum. Sudah menjadi rahasia umum, Manggarai merupakan daerah subur untuk perjudian. Lantas, kenapa hanya lima anggota dewan itu yang digerebek polisi? Lainnya?

"Bentara" FLORES POS, Rabu 2 April 2008

Tidak ada komentar: