Oleh Frans Anggal
Menanggapi pengaduan Bupati Manggarai Barat Fidelis Pranda, Ketua DPRD Mateus Hamsi menyatakan tidak akan mundur. Sebab, perjuangannya demi kepentingan umum. Ia tidak memfitnah. Laporan ke KPK didasarkan pada temuan Bawas Provinsi NTT.
Bila benar demi kepentingan publik, bukan karena sentimen pribadi, langkah Hamsi patut dipuji. Namun, Hamsi perlu ‘siap mental’ juga. Apakah laporannya ke KPK akan membuahkan hasil? Akankah Pranda diseret ke pengadilan? Ataukah justru Hamsi sendiri? Karena melakukan ‘fitnah’ dan ‘perbuatan tak menyenangkan’ seperti diadukan Pranda.
Yang perlu disadari, perkara korupsi itu tidak mudah. Sejak dulu, berbagai upaya pemberantasan tidak mampu mengikis habis kejahatan ini. Mengapa? Pertama, persoalan korupsi itu rumit. Korupsi mengandung sisi yang bertali-temali dengan politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Kedua, sulit menemukan bukti. Ketiga, adanya kekuatan yang justru menghalangi pemberantasannya.
Menemukan bukti itu sulit karena pelaku melakukan kejahatannya dengan rapi. Pembuktian atasnya hanya mungkin melalui sistem pembuktian terbalik. Dalam pembuktian terbalik, hakim berangkat dari praduga bahwa terdakwa telah bersalah melakukan suatu pelanggaran hukum atau “presumption of guilt”. Kemudian terdakwalah yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Jika dia tidak dapat membuktikannya maka ia dinyatakan bersalah tanpa perlu pembuktian lagi dari penuntut umum.
Ini sangat berbeda dengan pembuktian biasa yang dianut KUHAP kita. Dalam KUHAP, jaksalah yang harus membuktikan seseorang bersalah atau tidak. Di sinilah masalahnya kalau kasusnya kasus korupsi. Jaksa sulit menemukan bukti. Karena itu, kemudian lahir UU khusus yakni UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU 31/1999 ini memang menerapkan pembuktian terbalik. Sayangnya, penerapannya masih amat terbatas. Sebab, di dalam UU ini, jaksa masih berkewajiban juga membuktikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa, sekalipun terdakwa telah gagal menjelaskan asal kekayaannya.
Dengan ini kita hendak mengingatkan, memperkarakan dugaan korupsi, termasuk kasus Bupati Pranda yang dilaporkan Mateus Hamsi ke KPK, tidaklah mudah. UU No 31 Tahun 1999 masih mengandung banyak kelemahan. Lain ceritanya kalau UU ini sudah (diamandemen) menganut utuh asas praduga tak bersalah. Dengan asas ini, hakim dapat saja menjatuhkan putusan pidana tanpa adanya suatu alat bukti, yaitu jika terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Jadi, siap mental, Pak Hamsi.
"Bentara" FLORES POS, Rabu 9 April 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar