25 Maret 2009

Telepon Sahabat Anak

Oleh Frans Anggal

Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Provinsi NTT menggelar sosialisasi Telepon Sahabat Anak (TESA) 129 di Ruteng, Kabupaten Manggarai. TESA 129 sudah diluncurkan secara nasional sejak 2006. Terpaut jarak dan rentang kendali birokrasi khas Indonesia, TESA 129 baru diperkenalkan di Manggarai dua tahun kemudian. Pada banyak kabupaten di NTT, TESA 129 juga masih asing.

TESA 129 adalah salah satu layanan masyarakat yang berupaya memberikan perlindungan pada anak dari tindak kekerasan dan perlakuan diskriminatif, melalui akses telepon gratis ke nomor 129. Layanan ini tidak hanya menangani pengaduan dan konseling, tapi juga memberikan informasi kepada masyarakat demi tercegahnya tindak kekerasan dan pelanggaran hak-hak anak.

Kebijakan ini bersumber dari peraturan perundang-undangan dan merupakan cerminan hak asasi anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang termuat dalam UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Konvensi PBB tentang Hak Anak. Sedangkan titik tolaknya adalah kondisi riil anak di negeri ini.

Tidak terbantahkan, di negeri ini masih banyak anak yang rentan terhadap situasi kekerasan. Fakta-fakta berikut cukup memprihatinkan. Menurut perkiraan Unicef, sekitar 60 persen anak balita Indonesia tidak memiliki akta kelahiran. Lebih dari 3 juta anak terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya. Bahkan, sekitar sepertiga pekerja seks komersial berumur kurang dari 18 tahun. Sementara 40.000-70.000 anak lainnya telah menjadi korban eksploitasi seksual. Ditambah lagi sekitar 100.000 wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahun. Belum lagi 5.000 anak yang ditahan atau dipenjara di mana 84 persen di antaranya ditempatkan di penjara dewasa.

Seperti halnya anak-anak di belahan dunia lain, anak-anak di Indonesia mengalami kekerasan dalam rumah tangga, di jalanan, di sekolah, dan di antara teman sebaya. Sayangnya, banyak kasus kekerasan semacam ini tidak terungkap. Sering, karena tidak dianggap sebagai kasus. Kekerasan terhadap anak dianggap hal lumrah karena secara sosial dipandang sebagai cara mendisiplinkan anak. Bahkan pada banyak masyarakat, norma sosial dan budaya tidak melindungi atau menghormati anak-anak.

Lingkungan budaya yang sudah mengakar seperti ini hampir tidak mengenal istilah kekerasan terhadap anak. Ditambah dengan buruknya penegakan hukum dan korupsi penegak hukum, kasus-kasus kekerasan terhadap anak pun tidak diselidiki.

Layanan TESA 129 yang mempermudah dan mempercepat orang berinteraksi dan berkomunikasi diharapkan bisa sedikit membantu. Anak-anak kita harus bebas dari segala bentuk tindak kekerasan. Keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara mesti ramah anak.

"Bentara" FLORES POS, Jumat 19 September 2008

Tidak ada komentar: