Oleh Frans Anggal
Rapat dengar pendapat Komisi A DPRD Ende dengan para pihak tentang kasus Ropa telah berlangsung Senin 14 April 2008. Berbeda dengan rapat sebelumnya, kali ini semua unsur hadir. Ada panitia pengadaan tanah (pemkab), PLN, 12 pemilik tanah, serta pastor pendampingi 11 dari 12 pemilik tanah yang haknya belum dipenuhi.
Semula, rapat ketiga ini diharapkan menjadi puncak solusi. Maksudnya, dalam rapat ini terjadi pembayaran atau pelunasan ganti rugi bagi 11 pemilik tanah, dengan rincian pelunasan bagi 7 pemilik yang sudah menerima sebagian dan pembayaran bagi 4 pemilik yang belum menerima samasekali ganti rugi. Ternyata, tidak. Uang yang disiapkan hanya cukup untuk memenuhi kekurangan bagi 7 pemilik tanah. Sedangkan untuk 4 pemilik lain, belum.
Di mana uang-uang itu? Dalam rapat, jelas, di tangan Alex Mari. Nama Alex Mari tidak tercantum dalam daftar pemilik tanah penerima ganti rugi. Penerima ganti rugi adalah para pemilik sertifikat tanah. Satu dari 12 pemilik sertifikat adalah ibunda kandung Alex Mari. Nama sang ibundalah yang tercantum dalam daftar itu.
Lalu, mengapa PLN dan panitia menyerahkan uang kepada Alex Mari? Jawaban PLN, panitia, dan Alex Mari sama dan sebangun: karena sudah ada kesepakatan antara Alex dan para pemilik tanah. Adanya kesepakatan dibantah para pemilik tanah. Mana yang benar, entahlah. Kita andaikan saja kesepakatan itu ada. Apa kata aturan?
Peraturan Kepala BPN RI No 3 Thn 2007, yang merupakan ketentuan pelaksanaan perpres pengadaan tanah, berbicara jelas. Pasal 46 ayat (2) menegaskan: “Dalam hal yang berhak atas ganti rugi dikuasakan kepada orang lain, surat kuasa untuk menerima ganti rugi harus dibuat dalam bentuk notariil dan disaksikan oleh dua orang saksi, atau bagi daerah yang terpencil surat kuasa dibuat secara tertulis dan diketahui oleh kepala desa/lurah atau yang setingkat dengan itu dan camat.” Mesti ada surat kuasa! Dalam kasus Ropa, surat seperti ini justru tidak ada.
Selanjutnya, pasal 46 ayat (3) menegaskan: “Untuk melindungi kepentingan yang berhak atas ganti rugi, seorang penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari satu orang yang berhak atas ganti rugi.” Apa yang terjadi di Ropa? Alex Mari bisa-bisanya menerima uang ganti rugi mengatasnamakan 11 pemilik tanah!
Jelas, argumentasi seragam yang dikemukakan panitia, PLN, dan Alex Mari tentang adanya kesepakatan itu tidak dapat dibenarkan. Telah terjadi pelanggaran aturan. Telah terjadi salah sasaran pembayaran ganti rugi. Ini melibatkan panitia, PLN, dan Alex Mari. Karena itu, “tiga sekawan” ini harus sama-sama bertanggung jawab. Jangan cuci tangan, jangan saling tuding. Segera cari solusi, bayar lunas hak 11 pemilik tanah. DPRD memberikan tenggat 3 hari. Bergegaslah, agar pembangunan PLTU Ropa bisa segera dimulai.
"Bentara" FLORES POS, Selasa 15 April 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar