12 Maret 2009

Bervisi Maritim

Oleh Frans Anggal

Kerusakan terumbu karang di Taman Nasional Komodo (TNK) mencapai 50 persen. Demikian perkiraan yang dilakukan pada 1995. Penyebab kerusakan antara lain pengeboman. Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) telah melakukan rehabilitasi dalam kawasan seluas enam ribu meter persegi. Bagaimana kondisi terakhir terumbu karang di kawasan itu, hasil penelitian 2009 akan memberikan jawaban.

Langkah BTNK melakukan rehabilitasi patut didukung. Tindakan ini tidak hanya bermanfaat bagi pelestarian terumbu karang, tetapi juga bagi penyelamatan kehidupan dunia.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia menerima anugerah luar biasa. Letak geografis kita strategis, di antara dua benua dan dua samudra. Posisi ini membuat 70% angkutan barang harus melalui perairan kita bila melewati laut dari Eropa, Timur Tengah, dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik, dan sebaliknya.

Wilayah laut kita demikian luasnya dengan 17.500-an pulau yang mayoritas kecil. Ini memberikan akses pada sumber daya alam seperti ikan, terumbu karang dengan kekayaan biologi yang bernilai ekonomi tinggi, wilayah wisata bahari, sumber energi terbarukan maupun minyak dan gas bumi, mineral langka dan juga media perhubungan antar-pulau yang sangat ekonomis.Indonesia memiliki panjang pantai 81.000 km (kedua terpanjang di dunia setelah Kanada). Ini merupakan wilayah pesisir dengan ekosistem yang secara biologis sangat kaya dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.

Secara metereologis, perairan Nusantara menyimpan berbagai data metrologi maritim yang amat vital dalam menentukan tingkat akurasi perkiraan iklim global. Di perairan kita terdapat gejala alam yang dinamakan ‘arus laut Indonesia’ (arlindo) atau “the Indonesian throughflow”, yaitu arus laut besar yang permanen masuk ke perairan Nusantara dari samudra Pasifik yang mempunyai pengaruh besar pada pola migrasi ikan pelagis dan pembiakannya serta juga pengaruh besar pada iklim benua Australia.

Sayangnya, posisi dan keuntungan yang luar biasa ini tidak disertai kesadaran dan kapasitas yang sepadan. Sudah berlangsung ratusan tahun, yang pandai memanfaatkan posisi itu justru orang luar. Yang pandai dan mampu adalah Singapura. Yang kedua, meski kekayaan alam banyak, kita tidak mampu memakmurkan rakyat. Ketiga, kita lebih banyak merusak daripada memanfaatkannya. Hutan ditebang. Laut dicemari. Terumbu karang dirusak. Di TNK kerusakan terumbu karang mencapai 50 persen. Itu baru di TNK.

Sudah saatnya masyarakat disadarkan. Caranya melalui program pendidikan yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Bahkan untuk jangka panjang, orientasi pendidikan kita perlu diubah. Pendidikan bervisi maritim, tidak hanya berpusar pada budaya agraris tradisional.

"Bentara" FLORES POS, Selasa 25 Maret 2008

Tidak ada komentar: