11 Maret 2009

Bukan Sekadar Solidaritas

Oleh Frans Anggal

Para wartawan berunjuk rasa di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Mabar. Diberitakan, aksi ini bentuk solidaritas bagi Obi Lewanmeru wartawan Pos Kupang yang dianiaya preman. Para wartawan menuntut proses tuntas kasus hingga di pengadilan dan menolak penyelesaian secara kekeluargaan. Mereka meminta polisi mengusut dan memproses hukum aktor intelektualnya. Mereka juga memohon perlindungan dan jaminan keamanan bagi semua pekerja pers.

Tuntutan para wartawan direspon baik oleh kepolisian, DPRD, dan wakil bupati. Poilisi berjanji memprioritaskan penyelesaian kasus ini. DPRD segera menggelar pleno khusus. Sedangkan wakil bupati akan mengeluarkan rekomendasi.

Mengapa para wartawan berunjuk rasa? Apakah aksi mereka hanya sebatas wujud solidaritas bagi sesama pekerja pers korban tindak kekerasan? Tidak. Ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada itu. Yakni kepentingan publik.

Publik punya hak untuk tahu. Ini salah satu hak asasi manusia. Hak yang telah diatur dalam perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik yang diakui PBB. Hak publik untuk tahu hanya bisa dipenuhi jikalau pers memiliki kebebasan. Kekerasan kepada pekerja pers justru mengahalangi, mengurangi, bahkan menghilangkan kebebasan itu. Bila kebebasan pers hilang maka korban langsungnya adalah masyarakat, karena haknya untuk tahu ditutup. Hak untuk tahu inilah yang melahirkan kewajiban negara memberikan akses informasi bagi publik.

Sekjen PBB Ban Ki-moon menegaskan, ”Pers yang bebas dan terjamin keamanannya adalah dasar bagi demokrasi dan perdamaian. Sebaliknya, serangan terhadap kebebasan pers adalah serangan terhadap hukum internasional, kemanusiaan, kebebasan itu sendiri.”

Konsideran UU No 40/1999 tentang Pers menyatakan, ”Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”

Apa makna dua penyataan tersebut ketika polisi, DPRD, dan wakil bupati Mabar merespon positif aksi unjuk rasa para wartawan? Ketika polisi, DPRD, dan wakil bupati memberikan janji di hadapan wartawan, sesungguhnya juga mereka sedang berjanji kepada seluruh masyarakat Mabar. Karena janji itu adalah juga janji kepada masyarakat, maka yang berhak menuntut pemenuhan janji bukan hanya para pekerja pers, tapi seluruh warga masyarakat Mabar. Para pekerja pers hanyalah pelayan masyarakat. Ketika para ‘pelayan’ ini disewenang-wenangi, bukankah masyarakat yang adalah ‘tuan’ yang dilayani sudah seharusnya tampil bersuara lantang dan berjuang keras menegakkan kebenaran dan keadilan?

"Bentara" FLORES POS, Kamis 21 Februari 2008

Tidak ada komentar: