Oleh Frans Anggal
Dalam demo tolak korem masuk Flores di Ruteng, Barisan Muda Bersatu NTT menyatakan pembentukan korem di Flores tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. TNI semestinya hanya menjadi alat pertahanan negara. Segera hentikan segala upaya menghidupkan kembali supremasi militer seperti pada era Orde Baru.
Tidak dibubarkannya komando teritorial (kodam, korem, kodim, koramil, babinsa) memang mencengangkan kita. Alih-alih dibubarkan, komando teriroial malah berkembang biak. Ini langkah mundur TNI dalam membina profesionalismenya sendiri.
Bila merunut sejarah, strategi pertahanan berbasiskan komando teritorial sesungguhnya berakar pada strategi perang gerilya menghadapi tentara Belanda dalam perang kemerdekaan. Keterbatasan dukungan logistik, perlengkapan perang, skil prajurit hingga organisasi militer menjadikan perang terbuka dengan Belanda mustahil dimenangkan. Karena itu, strategi perang gerilya menjadi pilihan dan terbukti kemudian sebagai pilihan yang tepat.
Anehnya, yang hanya cocok pada masa perang kemerdekaan masih juga dipertahankan hingga era reformasi masa kini. Ini menunjukkan tidak ada perubahan paradigma strategi pertahanan. Walaupun TNI AL dan TNI AU sudah berkembang, bahkan angkatan udara memiliki pesawat tempur paling canggih dan modern, perhatian terbesar masih diberikan ke angkatan darat. Dipertahankannya struktur teritorial, penambahan kodam dan korem menunjukkan bahwa strategi perang gerilya berbasiskan komando teritorial masih menjadi pilihan utama. Artinya, bila Indonesia diserang oleh negara asing, TNI tidak akan melayaninya di laut atau di udara tetapi akan menunggu di darat. Apa tidak lucu?
Semestinya, di negara kepulauan yang terbuka ini, segenap potensi pertahanan dipergunakan, terutama dengan memperkuat angkatan laut. TNI AL yang kuat akan mampu melakukan pencegahan dan penangkalan secara dini di wilayah lepas pantai yang menjadi ciri khas Indonesia. Dengan strategi pertahanan berlapis, sebelum masuk ke daratan, musuh akan dicegat terlebih dahulu oleh TNI AL dan TNI AU. Seharusnya komando teritorial menjadi alternatif terakhir ketika di laut dan udara TNI sudah tidak mampu menahan serangan musuh. Bukankah sejarah telah menunjukkan, kerajaan besar pada masa lalu, seperti Sriwijaya dan Majapahit, adalah kerajaan maritim?
Pertanyaan kita, mengapa komando teritorial masih dipertahankan? Lebih jauh, untuk apa korem masuk Flores? Selain tidak dibutuhkan masyarakat, korem ke Flores tidak masuk akal dilihat dari sisi strategi pertahanan. Tak mengherankan, masyarakat jadi khawatir. Tak mengherankan pula, Barisan Muda Bersatu NTT menduga, “TNI AD ingin kembali jaya seperti dialami masa Orde Baru.” Benarkah?
"Bentara" FLORES POS, Rabu 27 Februari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar