10 Maret 2009

Kenapa Harus Aldira?

Oleh Frans Anggal

Ketua DPRD Mabar Mateus Hamsi mengatakan DPRD perlu minta maaf kepada petani ubi aldira, khususnya yang merasa kurang beruntung. Mereka sudah menguras tenaga, waktu, dan biaya, namun hasil yang dicapai jauh dari harapan.

Tujuan Pemkab Mabar mengadakan proyek aldira adalah membantu masyarakat. Dalam perjalanannya, proyek tahun anggaran 2007 dengan dana Rp2,8 miliar itu mengecewakan. DPRD lalu membentuk panitia khusus (pansus) untuk meneliti masalah ini. Setelah melakukan peninjauan, pansus menemukan keberhasilan proyek hanya lima sampai sepuluh persen, dengan kata lain gagal.

Banyak faktor yang menyebabkan proyek ini gagal. Semuanya mengarah pada satu kata: kurang matangnya perencanaan. Pemerintah dan DPRD yang menyetujui proyek ini seakan terbius dengan hasil akhir yang diperkirakan sukses. Ketika kegagalan sudah di depan mata, yang timbul adalah mekanisme bela diri dan saling tuding. Sampai-sampai alam pun dipersalahkan sebagai penyebab kegagalan. Seakan-akan alam itu manusia.

Ketika dana Rp2,8 miliar amblas di lahan aldira yang gagal, kita berhak menggugat bukan hanya perihal kegagalan itu, tapi juga dan terutama pilihan kebijakan. Mengapa harus proyek aldira? Betapapun dalihnya untuk membantu masyarakat, kebijakan alokasi anggaran bagi proyek ini terbukti gagal. Dan kegagalan itu patut dianggap sebagai pengabaian atas mandat konstitusi, khususnya tentang pemenuhan hak-hak rakyat.

Menurut mandat konstitusi, pengelolaan keuangan negara harus ditujukan untuk mencapai tujuan bernegara melalui kebijakan pemerintah yang berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Namun pada kenyataannya pemerintah (dengan sengaja) mengabaikan kewajiban memenuhi hak setiap orang mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan, termasuk merealisasikan kebijakan yang mewajibkan setiap warga negara mengikuti pendidikan dasar dengan pembiayaan dari pemerintah. Pemerintah mengabaikan pemenuhan hak untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk fasilitas pelayanan umum yang layak. Juga melalaikan kewajiban memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Seandainya Rp2,8 miliar dimanfaatkan bagi pendidikan dan kesehatan masyarakat, kemungkinan besar dana itu tidak bakal dianggap sia-sia. Kemungkinan besar pula DPRD Mabar tak harus meminta maaf. Ini soal pilihan kebijakan mendahulukan yang paling dibutuhkan masyarakat. Dan pasti itu bukan aldira. Tapi, kenapa harus aldira?

"Bentara" FLORES POS, Rabu 13 Februari 2008

Tidak ada komentar: