Oleh Frans Anggal
Proyek air minum di Lencur, Kabupaten Manggarai Timur, mubazir. Air tidak bisa mengalir. Masyarakat meminta proyek senilai Rp170 juta ini ditata kembali. Itu berarti pemerintah mesti mengalokasikan anggaran baru bagi perbaikan agar air bersih bisa segera dinikmati oleh masyarakat.
Kasus proyek air di Lencur merupakan salah satu dari banyak kasus serupa di Flores. Hampir setiap tahun muncul masalah yang sama, malahan dengan kecenderungan meningkat. Ini menandakan program pengembangan air minum belum efektif.
Selain sia-sianya anggaran, kasus seperti ini sangat merugikan masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan air tidak terpenuhi. Ini dapat diartikan sebagai gagalnya negara menjamin hak warga. Hak masyarakat untuk mendapat akes air bersih telah tercantum dalam UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air. Hak ini termaktub pula dalam kovenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) yang telah dituangkan dalam UU No 11/2005. Dari kacamata kovenan ekosob, negara sudah melanggar HAM.
Semestinya, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat akan air menjadi target pertama dan utama pemerintah dalam urusan air. Target lainnya dalam pengembangan ekonomi boleh dijalankan setelah seluruh masyarakat dijamin kebutuhannya secara minimal. Dengan kata lain, dahulukan mana yang paling dibutuhkan masyarakat. Ini yang justru kurang diperhatikan.
Dengan ini, kita menolak dalih yang menyebutkan penyebab krisis air adalah iklim kering, kerusakan lingkungan, dan anggaran terbatas. Di NTT, menurut penelitian, ketersediaan air ternyata cukup. Ironisnya, masih banyak warga yang susah air, sementara sebagian lainnya menikmati pelayanan lebih dari cukup dan bahkan berbisnis air.
Demikian juga dengan dalih anggaran. Untuk 2007 saja, anggaran penyediaan air minum dari APBN sebesar Rp1,5 triliun atau 0,22% dari total APBN. Angka ini naik Rp0,7 triliun atau hampir 80% dari tahun 2006. Anggaran ini digunakan untuk Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku (Rp0,4 triiun) dan Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah (Rp1,05 triliun). Itu belum termasuk anggaran dari APBD. Anggaran sudah lumayan.
Yang sebenarnya menjadi masalah utama krisis air adalah perhatian pemerintah. Kurang sekali upaya khusus atau terobosan dengan anggaran yang tersedia. Semestinya fokus sasaran penyediaan air minum dipertajam. Prioritaskan kawasan paling kritis. Manfaatkan potensi dan peran masyarakat setempat. Lebih daripada itu, berkonsentrasilah pada misi pelayanan umum dalam penyediaan air minum. Pemerintah harus membatasi peranannya yang hanya menjadi regulator penyediaan air minum untuk tujuan komersial.
"Bentara" FLORES POS, Selasa 11 Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar