Oleh Frans Anggal
Karena keterbatasan anggaran pertahanan, pembangunan korem (TNI angkatan darat) di Ende ditunda ke tahun 2010. Begitu kata Danrem 161 Wirasakti, Kolonel Inf Winston Pardamian Simanjuntak. Kita menginginkan lebih daripada itu. Bukan hanya ditunda, tapi dibatalkan. Lebih jauh, komando teritorial (koter) itu sendiri harus dibubarkan.
Salah satu alasan mendesaknya pembubaran koter adalah rancunya konsep pertahanan dan keamanan. Istilah ‘keamanan’ merujuk pada ancaman dalam negeri. Ini menjadi tugas dan wewenang polisi. Sedangkan ‘pertahanan’ merujuk pada ancaman serangan dari luar negeri. Ini tugas dan wewenang TNI.
Anehnya, polisi memiliki brimob yang berkualifikasi sebagai pasukan tempur. Pada saat yang sama, koter TNI angkatan darat juga berperan menjaga keamanan di wilayah kerjanya masing-masing.
Rancunya konsep antara pertahanan dan keamanan ini menimbulkan dualisme di tingkat lapangan. Kewenangan komando teritorial untuk menangkal ancaman dari dalam negeri kerap tumpang tindih dengan tugas polisi untuk menjaga keamanan. Bahkan kerancuan tersebut kerap bermuara pada konflik antara kepolisian dan TNI.Dengan dihapuskannya koter maka pemisahan tegas wewenang antara polisi dan TNI dimungkinkan. Di sisi lain, anggaran pertahanan menjadi lebih hemat dan efisien.
Dari sisi anggaran, secara umum biaya untuk mendidik dan melatih polisi jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya serupa untuk mencetak tentara. Daripada mempertahankan, apalagi membuka kodam, korem, atau koramil baru, lebih baik jumlah polisi diperbanyak. Biaya yang dibutuhkan jauh lebih murah.
Flores sendiri lebih membutuhkan penguatan lembaga kepolisian daripada pembiakan struktur teritorial korem, kodim, koramil, dan babinsa. Kalaupun dalih TNI adalah demi kepentingan strategi pertahanan, dasarnya tidak cukup kuat dan meyakinkan.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan 17.000 pulau. Jelas sekali, negara ini adalah negara kepulauan yang terbuka. Karena itu, potensi pertahanan yang harus diperkuat adalah angkatan lautnya, bukan angkatan darat. Angkatan laut yang kuat akan mampu melakukan pencegahan dan penangkalan secara dini di wilayah lepas pantai yang menjadi ciri khas Indonesia. Bukankah sejarah mencatat, kerajaan besar masa lalu seperti Sriwijaya dan Majapahit adalah kerajaan maritim?
Kita berharap penundaan pembangun korem di Ende ke tahun 2010 menjadi cikal bakal perubahan sikap TNI: membatalkan korem masuk Flores. Lebih daripada itu, membubarkan struktur teritorial. Ini berarti pula mengakhiri strategi pertahanan kontinental yang bertumpu pada angkatan darat. Sudah saatnya TNI harus didominasi visi maritim.
"Bentara" FLORES POS, Senin 10 Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar