20 Maret 2009

Segera Awasi dan Tindak

Oleh Frans Anggal

Yang terjadi di Ende pasca-kenaikan harga. Stok BBM aman, namun antrean kendaraan di SPBU tetap saja panjang, di atas normal. Ini sesuatu yang tidak lazim.

Biasanya, dari pengalaman tahun sebelumnya, antrean panjang terjadi hanya menjelang kenaikan harga BBM. Rencana kenaikan harga itu selalu menimbulkan kepanikan (panic buying). Konsumen terdorong membeli banyak dengan harga lama untuk pemakaian sendiri. Tidak sedikit pula yang sengaja menimbun untuk kemudian dijual kembali dengan harga baru yang lebih menguntungkan. Panic buying sementara saja sifatnya. Kalau harga baru BBM sudah ditetapkan pemerintah, konsumsi dengan sendirinya akan menurun, antrean di SPBU pun kembali normal. Kali ini tidak demikian, setidak-tidaknya di Ende.

Dari penuturan petugas SPBU terungkap, dalam sehari banyak kendaraan yang datang berkali-kali mengisi BBM. Seorang pengendara sepeda motor bertutur jujur. Dia ke SPBU berkali-kali, mengisi tangki motornya hingga penuh lalu ia alihkan ke dalam jeriken. Hasil penimbunan ia jual dengan harga lebih tinggi. Ia menempuh cara ini karena tidak mau repot-repot setiap kali harus datang meminta rekomendasi dari instansi pemerintah untuk pembelian dengan jeriken.

Apa yang salah dari kebijakan pemerintah mengatur pembelian BBM dengan jeriken? Tidak ada. Kebijakan itu sangat bagus. Di mana-mana juga begitu. SPBU dilarang menjual BBM dengan jeriken, kecuali untuk usaha kecil yang mendapat izin instansi terkait. Kalau begitu, apa yang tidak beres?

Yang tidak beres adalah pengawasannya. Pemerintah hanya mengeluarkan keputusan, titik. Tanpa pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas. Hal yang sama terjadi pada keputusan gubernur tentang penetapan tarif angkutan penumpang. Para pemilik kendaraan tetap memakai tarifnya sendiri yang selalu jauh melampaui batas atas yang ditetapkan pemerintah. Keputusan pemerintah hanya menjadi macan kertas. Hanya mengaum di atas kertas, namun tak berdaya di lapangan.

Dalam rapat koordinasi instansi Pemkab Ende telah diputuskan, yang bertugas melakukan pengawasan lapangan adalah polisi dan pol PP. Kedua instansi terbukti tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Kalau keduanya benar-benar mengawas, mengapa antrean di SPBU masih juga panjang meski pasokan BBM sudah normal? Mengapa para pengemudi begitu bebas datang berkali-kali dalam sehari mengisi ful tangki kendaraannya untuk kemudian ditimbunkan dan dijual? Masyarakat umum sudah tahu modus operandi penimbunan seperti ini, lalu apa tindakan polisi dan pol PP? Kita berharap pembiaran ini tidak berlangsung lama. Segera awasi dan tindak.

"Bentara" FLORES POS, Kamis 5 Juni 2008

Tidak ada komentar: