25 Maret 2009

Sumpah Jadi Sampah

Oleh Frans Anggal

Masyarakat Kecamatan Aimere dan Jerebuu di Kabupaten Ngada mengembangkan wacana perlunya para celeg melakukan sumpah adat. Hewan kurbannya babi dan ayam. Darahnya dicampur tanah lalu diminum. Para caleg mesti bersumpah di hadapan masyarakat dan arwah leluhur: tidak akan KKN, tidak jadi calo proyek, dan tidak terlibat berbagai tindakan tercela. Upacara ini akan direkam untuk dijadikan bukti dan bahan peringatan. Sumpah adat dianggap sebagai ‘bukti’ adanya komitmen. Karena itu, hanya caleg yang bersedia disumpah adat yang pantas dipilih.

Kita bisa terheran-heran. Ini sumpah apa lagi? Bukankah saat dilantik, para wakil rakyat juga bersumpah? Pada saat itu, mereka mengucapkan pernyataan khidmat tentang keterangan atau janji, yang diucapkan di hadapan hakim dengan mengingat sifat kemahakuasaan Tuhan. Konsekuensinya, apabila keterangan atau janjinya tidak benar, mereka diyakini mendapat hukuman Tuhan. Bukankah ini sudah cukup?

Itu pasti sudah cukup bagi pengucap sumpah, tapi tidak bagi masyarakat Aimere dan Jerebuu. Tampaknya, masyarakat setempat tidak percaya lagi dengan sumpah jabatan yang lazim di negeri ini. Mereka menyaksikan, selepas mengucapkan sumpah, para pejabat melupakan janji. Sumpah kehilangan nilai sakralnya. Sumpah hanyalah formalitas untuk memenuhi aturan. Dengan bersumpah, pejabat tampak seakan bersungguh-sungguh dalam tugasnya, dianggap berketuhanan dan dapat dipercaya.

Lantas, bagaimana dengan sumpah adat yang akan diminta dari para caleg? Akankah lebih berdayaguna dan berhasilguna? Entahlah. Buah sumpah baru akan tampak kemudian. Efektivitasnya belum bisa dinilai sekarang. Tak mengapa. Coba sajalah. Mudah-mudahan hasilnya benar-benar seperti yang diharapkan.

Bagi masyarakat yang masih menghargai adat, sumpah adat sangat kental dengan nilai sakral. Sumpah seperti ini amat ditakuti. Diyakini, risikonya besar sekali. Karena itu, tidak semua orang, lebih-lebih yang menghormati adat, berani melakukannya. Yang berani biasanya didorong oleh dua kemungkinan. Bisa karena ingin bersungguh-sungguh, bisa juga karena punya niat menipu.

Kita berharap, para caleg yang akan bersumpah adat benar-benar terdorong oleh keinginan luhur menjadi wakil rakyat yang baik. Mudah-mudahan, tidak ada yang psikopat atau sosiopat, yang memiliki kepribadian terbelah, yang berani bersumpah tapi juga berani melanggar sumpah tanpa rasa bersalah. Mudah-mudahan mereka tidak munafik seperti kebanyakan orang yang enteng mengucapkan sumpah jabatan, tapi enteng pula melakukan pengkhianatan. Sumpah jadi sampah.

"Bentara" FLORES POS, Rabu 3 September 2008

Tidak ada komentar: