Oleh Frans Anggal
Provinsi NTT menempati urutan ketiga dari akhir atau ke-31 dari 33 provinsi di Indonesia dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penduduk miskinnya 27,58 persen, jauh di bawah angka nasional 17,80 persen.
IPM adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup suatu negara/provinsi/daerah. Dengan IPM dapat diketahui apakah suatu negara/provinsi/daerah tergolong maju, berkembang, atau terbelakang, juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Dengan posisi juara tiga dari belakang, NTT masih bertahan sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Kemiskinan di NTT sangat kompleks. Penghidupan masyarakat sangat dipengaruhi kondisi alam yang berat dan sumber daya alam yang sangat terbatas. Geografi dan topografi daratan berbukit-bukit, menyebabkan sulitnya transportasi antarwilayah. Iklimnya kering dan sebagian besar lahannya kurang subur, mengakibatkan NTT rentan terhadap kekeringan dan rawan pangan. Ketertinggalan masyarakatnya terlihat dari rendahnya tingkat pendapatan, tingginya angka kemiskinan, serta rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap kondisi kehidupan yang layak.
Yang memprihatinkan, di tengah kemiskinannya, NTT jago dalam hal korupsi. Indonesian Corruption Watch menempatkan NTT pada urutan keenam provinsi terkorup di Indonesia.
Di provinsi ini mewabah “proyekisme”. Bencana pun diproyekkan. Peggelembungan dana bisa mencapai 90 persen. Menggelontorkan dana ke provinsi ini sama dengan menuangkan air ke padang pasir. Dana dari pusat meningkat tiap tahun tapi kesejahteraan masyarakat tidak membaik.
Korupsi di NTT mengerikan, sampai kejaksaan tinggi angkat tangan dan pemerintah pusat kewalahan karena kasus demi kasus datang silih berganti tanpa ada yang bisa diselesaikan secara tuntas. Muncul komentar, paling enak korupsi di NTT karena hampir 100 persen dijamin lolos. Di provinsi ini, banyak korupsi tapi tak ada koruptornya.
Tanpa menafikan faktor alam dan budaya, korupsi merupakan salah satu penyebab kemiskinan di NTT. Karena itu pula, yang sebetulnya terjadi bukanlah kemiskinan, melainkan proses pemiskinan. Hal ini kentara kalau kita melihat sejarah. Setengah abad lalu NTT bukankah wilayah yang begitu miskin. Pada masa itu, wilayah ini berkecukupan, baik sumberdaya alam maupun manusianya. Banyak cendekiawan berasal dari wilayah ini, sehingga wilayah ini pernah menjadi tolok ukur kemajuan pendidikan di Indonesia Timur.
NTT berjalan mundur. Dari berkecukupan menjadi miskin karena dimiskinkan, antara lain oleh korupsi. Siapa calon gubernur (cagub) NTT yang bisa mengatasi hal ini? Sungguh, sebuah tantangan.
"Bentara" FLORES POS, Jumat 1 Februari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar