Oleh Frans Anggal
Di NTT, dalam kurun waktu sepuluh tahun, sudah 103 pengidap HIV/AIDS meninggal. Dalam tiga tahun terakhir, peningkatakan kasusnya cukup memprihatinkan. Sebanyak 99 persen pengidap berasal dari kalangan usia produktif.
Banyak faktor yang menyebabkan cepatnya persebaran dan peningkatan kasus HIV. Salah satu yang merupakan hal paling mendasar adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya HIV/AIDS. Kurangnya kesadaran ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman. Dan kurangnya pemahaman dikarenakan oleh kurangnya informasi yang benar dan lengkap tentang HIV/AIDS.
Jalan terbaik mengatasi kekurangan ini adalah komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Jalan ini sudah lama ditempuh. Sayangnya, materi KIE sering menyesatkan masyarakat. Terlalu banyak dibalut moral dan agama sehingga melahirkan anggapan yang salah.
Sekadar contoh, penularan HIV dikaitkan dengan zina, seks di luar nikah, selingkuh, ‘jajan’, pelacuran, homo seks, dll. Lahirlah pemahaman bahwa HIV/AIDS merupakan akibat dari pelanggaran agama dan moral. Dampak lebih jauh adalah stigmatisasi dan diskriminasi. Pengidap HIV/AIDS disamakan dengan pendosa atau penjahat dan karena itu dikucilkan dari masyarakat.
Padahal, zina, seks di luar nikah, selingkuh, ‘jajan’, pelacuran, homo seks, dan berbagai pelanggaran agama dan moral tidak ada hubungan langsung dengan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks, misalnya, hanya bisa terjadi kalau salah satu dari pasangan itu positif HIV. Tapi kalau dua-duanya negatif HIV maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV biarpun mereka berzina, melacur, dll.
Ibu rumah tangga yang setia dalam perkawinan, anak kecil yang belum mengenal dosa, dan orang saleh panutan masyarakat bisa menjadi pengidap HIV. Sebab, infeksi HIV terjadi tidak hanya karena hubungan seks. HIV bisa menular melalui transfusi darah. Bisa pula melalui jarum suntik dan pisau cukur yang digunakan bersama.
Dengan ini hendak ditekankan bahwa HIV/AIDS bukan hanya masalah para pelanggar susila. HIV/AIDS merupakan masalah semua lapisan masyarakat. Masalah kita semua. Masalah kita bersama. Karena itu, penanggulangannya pun menuntut kepedulian semua pihak. Dan kepedulian semua pihak perlu disatu-padukan dengan kepedulian pemimpin.
Pengalaman internasional menunjukkan, keberhasilan penanggulangan HIV/AIDS sangat tergantung dari kemauan politik dan kesungguhan pemimpin, entah kepala negara, kepala daerah, pemimpin agama, atau tokoh masyarakat.
Sekarang musim pilkada. Para kandidat, terutama yang terpilih, mesti punya kemuan politik dan kesungguhan menanggulangi HIV/AIDS.
"Bentara" FLORES POS, Rabu 27 Agustus 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar