Oleh Frans Anggal
Sebanyak 9 korban gigitan anjing di Flotim dinyatakan positif rabies. Demikian menurut hasil uji laboratorium di Maros, Sulawesi Selatan. Hingga Juli 2008 kasus gigitan sudah mencapai 139 kasus.
Dari Flotim, kini kembali ke Flotim. Kasus gigitan anjing tersangka rabies pertama kali terjadi di Flotim pada November 1997, sebagai akibat pemasukan secara ilegal anjing dari Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, yang merupakan daerah endemik rabies. Dari Flotim, rabies menyebar ke Pulau Solor dan Adonara. Hingga Juli 2002 menjalar ke semua kabupaten di Flores: Sikka (1998), Ende (1999), Ngada (Juni 2000), dan Manggarai (Juli 2000).
Upaya pemberantasan belum efektif. Jaminan pemerintah belum kunjung terbukti. “Flores dijamin bebas virus rabies pada tahun 2005,” begitu kata Kadis Peternakan NTT M Littik MS tahun 2003 silam. Hasilnya? Siklus kembali berulang. Setelah menyinggahi semua kabupaten di Flores dalam rentang waktu 11 tahun sejak 1997, kini rabies mengganas lagi di Flotim.
Memberantas rabies tidak mudah. Di seluruh dunia, rabies memakan 55.000 orang setiap tahun. Sebagian besar berada di negara-negara Asia dan Afrika. Yang paling rentan adalah anak-anak. Hampir 50% korban meninggal berusia di bawah 15 tahun.
Di Flores, apalagi. Populasi anjingnya tergolong tinggi. Perbandingan dengan jumlah penduduk adalah 1:3. Pada setiap tiga penduduk di Flores terdapat satu ekor anjing. Ini melampaui estimasi ideal menurut FAO (Food and Agriculture Organization) yaitu 1:16.
Di Flores, anjing memiliki nilai ekonomis dan budaya. Ini turut menyebabkan lalu lintasnya cukup tinggi. Di sisi lain, sarana dan prasarana penujang vaksinasi, eliminasi selektif, dan pengambilan spesimen masih terbatas. Dana operasional juga kurang. Belum lagi kesadaran dan partisipasi masyarakat yang rendah. Semua ini menyebabkan pemberantasan rabies tidak mudah.
Kendati demikian, kita tidak boleh menyerah. Penanganan rabies selama 11 tahun yang belum kunjung efektif harus menjadi pembelajaran berharga. Metodologi yang digunakan mesti dievaluasi. Kalau selama ini fokusnya hanya pada penanganan hewan penuluar rabies (HPR), sudah saatnya manusia dan komunitasnya mendapat perhatian pula. Masyarakat perlu disadarkan terus-menerus tidak hanya tentang bahaya rabies dan pencegahannya, tapi juga tentang bagaimana memelihara anjing secara baik dan benar.
Upaya besar ini membutuhkan tenaga banyak dan terlatih serta anggaran memadai. Sayangnya, pada banyak kabupaten, pelayanan kesehatan hewan semakin terpinggirkan. Dinas peternakan dihapuskan atau digabungkan dengan dinas lain. Padahal, untuk Flores yang endemik rabies, dinas peternakan sangat vital. Ada baiknya, dinas peternakan disendirikan.
"Bentara" FLORES POS, Sabtu 23 Agustus 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar