23 Maret 2009

Kerikil Pilkada Nagekeo

Oleh Frans Anggal

Paket HALUS (Johanes Samping Aoh - Paulus Kadju) keluar sebagai pemenang pilkada perdana Nagekeo dengan perolehan suara meyakinkan. HALUS mengalahkan saingannya, Servas Podhi-Frans Ere Tonga, Johanes Don Bosco Do-Theofilus Woghe, Lukas Tonga-Bruno Bu’u, dan Alo Dhengi Dando-Firmus Madhu Dhengi.

Meski secara umum pilkada perdana Nagekeo berlangsung demokratis, aman, tertib, dan lancar, ada saja kerikil yang membuatnya tidak ideal sebagai pilkada contoh. Sehari sebelum pencoblosan, ditemukan dua kasus pelanggaran yang dilakukan tim sukses paket HALUS dan paket OKE. Tim HALUS diduga melakukan politik uang di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa. Sedangkan tim OKE diduga membagikan sembako politik di Kelurahan Natanage, Kecamatan Boawae. Kedua kasus ini sedang dalam penanganan Panwas Pilkada Kabupaten.

Kasus politik uang dari pilkada Negekeo, meski kecil nilai nominalnya, tetap harus dipandang sebagai masalah serius. Praktik beli suara, beli kursi, dan beli pengaruh dalam politik menjadikan uang persoalan besar, bukan lagi sekadar penyokong. Praktik seperti ini sesungguhnya mengawali pertautan kepentingan antara aktor politik dan pelaku ekonomi. Aktor politik yang membutuhkan kemenangan akan dipasok oleh pelaku ekonomi dengan jumlah dana yang biasanya tidak sedikit sebagai modal untuk berkompetisi.

Apa bahayanya? Posisi politik yang telah direbut melalui pembelian suara pada akhirnya akan dipakai untuk mengembalikan modal, sekaligus mempertebalnya melalui instrumen kebijakan daerah. Pada akhirnya, daerah bukan lagi sebagai representasi dari kepentingan publik yang luas, tetapi mengerucut menjadi sebatas sarana memperluas kekuasaan, baik politik maupun ekonomi. Muara akhirnya adalah kekuasaan politik yang telah diraih itu dipertahankan, dan pada saat yang bersamaan kekuasaan ekonomi semakin diperkuat.

Kepentingan politik-bisnis seperti ini semakin kuat cengkeramannya dalam situasi masyarakat pemilih yang tidak memiliki daya tawar yang kuat. Para pemilih masih dikerangkeng logika perut: memilih sesuai dengan bayaran, bukan sesuai dengan hati nurani. Yang dilihat adalah persoalan di sini dan saat ini, bukan persoalan nanti. Hanya dengan bergerak melalui penyebaran uang ke berbagai kelompok masyarakat yang rentan ini, kekuatan politik-bisnis dapat menguasai daerah dan mengendalikan kebijakannya.

Kelompok rentan ini masih dalam jumlah relatif besar. Akibatnya, cara-cara berpolitik yang tidak kreatif, miskin inovasi, dan tidak komunikatif dalam menyampaikan ide dan janji dapat terus bertahan. Karena itu, pemilih perlu dicerdaskan melalui pendidikan pemilih. Ini membutuhkan energi yang banyak dan usaha yang terus-menerus.

"Bentara" FLORES POS, Kamis 14 Agustus 2008

Tidak ada komentar: