Oleh Frans Anggal
Rabu 16 Juli 2006, Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay dilantik dan diambil sumpahnya menjadi gubernur dan wakil gubernur NTT. Keduanya dilantik. Keduanya diambil sumpah. Sumpah sebagai orang kristen. Saat mengucapkan sumpah, keduanya meletakkan tangan di atas Alkitab, disaksikan imam dan pendeta. Dengan cara itu, keduanya mengamini tugas perutusan sebagai rasul.
Sebagi rasul, keduanya ditugaskan untuk menggenapkan firman Allah, dan tidak diperintahkan untuk mencari sorga. Dalam bahasa kontekstual saat ini, keduanya diutus untuk menyampaikan kabar baik bagi orang-orang yang busung lapar; membawa berita pembebasan bagi para buruh, nelayan, petani yang dijerat (ditawan) para pemodal; serta memberikan pendidikan bagi orang-orang pinggiran yang tersisihkan (buta) dan orang-orang tergusur (ditindas).
Dengan kata lain, tugas kerasulan yang diemban FREN sebagai gubernur dan wakil gubernur adalah mewujudkan Kerajaan Allah di NTT dalam naungan syalom-Nya. Ciri syalom adalah kesejahteraan, keadilan, kejujuran, kebenaran, dan keutuhan seluruh ciptaan (integrity of creation).
Boleh dibilang, itulah etika Alkitab yang mesti merembes ke dalam seluruh sendi kehidupan dan bidang pengabdian. Misi luhur ini hanya mungkin terlaksana kalau FREN merasa terpanggil menjadi kudus dan bertanggung jawab. Rasa terpanggil seperti ini yang masih sangat kurang di kalangan pemimpin kita. Padahal, pesan Alkitab sangat jelas. Usahakanlah kesejahteraan kota dan berdoalah untuk kota itu (Yer. 29:7). ‘Kota’ atau po’lis dalam bahasa Yunani merupakan cikal bakal negara setelah memperkuat diri atau menyatukan diri dengan ‘kota-kota’ lain. Tentang berdoa untuk ‘kota’, Alkitab memberi pesan pula: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, ... agar kita hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan (1 Tim 2:1-2).
Selaku rasul yang diutus memimpin NTT, FREN mengemban tugas seperti diamanatkan Alkibab: mengusahakan kesejahteraan kota dan berdoa untuk kota. Mengusahakan kesejahteraan masyarakat NTT dan berdoa bagi mereka. Sungguh tugas yang tidak mudah. Sebab, ‘kota’ yang satu ini ‘kota’ yang carut-marut penuh ketidakberesan. NTT dikenal sebagai ‘kota’ dengan dua penyakit kronis: kemiskinan dan korupsi. Bagaimana bisa mengusahakan kesejahtaraan di ‘kota’ yang seakan ber-Nasib-Tidak-Tentu ini? Akitab tidak memberikan jawaban rinci untuk pertanyaan seteknis itu. Alkitab hanya memberikan pedoman dasar.
Pemimpin harus menjadi kudus dan bertanggung jawab. Kalau menjadi kudus terlalu berat, sekurang-kurangnya menjadi bersih. Bersih diri dulu. Sebab, korupsi tidak bisa dibersihkan dengan sapu kotor.
"Bentara" FLORES POS, Rabu 16 Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar