21 Maret 2009

Mulailah dari Pangan

Oleh Frans Anggal

Ketika melantik Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay menjadi gubenur dan wakil gubernur NTT, Mendagri Mardiyanto meminta dua petinggi itu memprioritaskan penanggulangan kemiskinan dalam lima tahun mendatang.

Kemiskinan mimiliki banyak indikator. Salah satu yang terpenting adalah ketahanan pangan. Bahkan, karena sedemikian pentingnya, ketahanan pangan pun dijadikan prasyarat utama ketahanan ekonomi dan politik bangsa.

Bagi NTT, ketahanan pangan sangat mendesak. Kurang gizi, gizi buruk, kelaparan menjadi cerita tahunan. Kekeringan, serangan hama dan penyakit, serta aneka bencana semakin sering terjadi. Karena itu, kalau ditanya, harus dimulai dari manakah Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay menanggulangi kemiskinan NTT, jawabannya: mulailah dari ketahanan pangan!

NTT yang kerontang harus mengutamakan pertanian lahan kering dengan penekanan pada penganekaragaman tanaman pangan. Jagung, ubi, kacang-kacangan, dan ketela yang sejak dahulu diusahakan petani NTT harus dijadikan tanaman prioritas. Karena itu, kebijakan dan program pertanian monokultur harus diakhiri. Pertanian monokultur bukan hanya mengubah sistem mata pencaharian dan menggeser tanaman pangan utama dan alternatif, tetapi juga mengubah pola konsumsi masyarakat, dari jagung sebagai makanan pokok kepada beras.

Penganekaragaman tanaman pangan menuntut ketersediaan lahan. Karena itu, kebijakan dan program yang berdampak menyempitnya lahan pertanian masyarakat harus ditiadakan. Perda NTT No. 8/1974 yang merampas hak rakyat atas tanah sudah saatnya dibuang.

Saat ini pertanian subsisten mulai beralih ke pertanian komersial. Petani tidak hanya bergantung pada alam, tetapi juga pada mekanisme pasar dan situasi politik. Dalam mekanisme itu, posisi tawar mereka sangat rendah. Maka, yang diperlukan adalah perda yang mengatur mekanisme pasar yang adil serta harga yang menguntungkan petani. Perlu pula dukungan perkreditan, jalur tata niaga, teknologi pengolahan, dan peningkatan kualitas produk.

Semua itu harus bergerak dalam mekanisme kelembagaan yang dikoordinasi secara baik, mulai dari produksi sampai pemasaran. Kelembagaan dimaksud bisa berupa kelompok tani, kelompok budi daya ternak, kelompok usaha kelautan, kelompok tenun ikat, koperasi desa, dll. Di dalamnya, masyarakat dilibatkan secara aktif dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga evaluasi. Cara ini akan memberdayakan petani dan meningkatkan taraf hidup mereka menuju ketahanan pangan yang lestari.

Bisakah perubahan besar ini terjadi di bawah kepeminpinan Frans Lebu Raya dan Esthon Foenay?

"Bentara" FLORES POS, Jumat 18 Juli 2008

Tidak ada komentar: