Oleh Frans Anggal
Pilgub NTT sudah terselenggara Sabtu 14 Juni 2008. Meski yang sah hanya yang keluar dari penetapan KPUD, hasil perolehan suara sudah diketahui publik hari itu juga berkat ‘penghitungan cepat’ (quick count). FREN di urutan teratas, disusul TULUS dan GAUL.
Salah satu sifat dasar pemilihan langsung adalah adanya kuantitas suara. Dalam pemilihan langsung, suara seorang guru sama berharganya dengan suara seorang buruh. Setiap suara dihitung satu. Karena itu, kemenangan dalam pemilihan langsung ditentukan oleh sejauh mana kemampuan kandidat menjangkau pemilih sebanyak mungkin. Dari sisi ini, keunggulan FREN harus diakui.
Mengapa FREN menang? Kita belum bisa memastikannya. Informasi seperti ini tidak dapat diberikan oleh quick count karena tujuan quick count memang tidak untuk itu.
Quick count hanya dipakai untuk menghitung secara cepat suara yang diperoleh kandidat. Kelebihan dari quick count adalah pada ketepatan prediksi pemenang. Kalau menginginkan yang lebih daripada sekadar ketepatan prediksi pemenang, perlu ada exit poll. Kelebihan yang dipunyai exit poll terletak pada penjelasan dari hasil yang dicapai. Quick count hanya berdasar pada hasil aktual penghitungan suara TPS. Tidak ada informasi lain selain hasil itu sendiri. Sementara pada exit poll, karena basisnya adalah wawancara dengan pemilih, kita akan mendapatkan informasi tambahan selain informasi berupa kandidat yang dipilih.
Sekadar contoh, dalam pilgub DKI Jakarta 8 Agustus 2008, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) melalui exit poll mendapat jawaban atas pertanyaan mengapa pasangan Fauzi Bowo-Priyanto menang. Pertama, adanya koalisi 20 partai pendukung Fauzi Bowo-Priyanto. Koalisi ini cukup solid. Pemilih partai relatif mengikuti arahan elite parpol. Adanya koalisi partai itu juga membuat format pilkada hanya menyertakan 2 pasangan calon. Ini lebih menguntungkan Fauzi Bowo-Priyanto. Kedua, pemilih sendiri menilai Fauzi Bowo mempunyai kepribadian lebih baik dibandingkan dengan Adang Darajatun. Pemilih juga menilai Fauzi Bowo lebih mampu menyelesaikan masalah di Jakarta dibandingkan dengan Adang Darajatun. Ketiga, platform dan tema besar “Jakarta untuk Semua” mampu menyatukan partai pendukung yang beragam latar belakang dan kepentingan. Tema ini juga membuat posisi Fauzi Bowo yang notabene incumbent tidak berhadapan diametral dengan tema yang diusung Adang Darajatun-Dani Anwar, “Ayo Benahi Jakarta”. Fauzi Bowo lebih mencitrakan dirinya sebagai tokoh yang bisa diterima semua kalangan daripada seorang pejabat pemerintah daerah.
Sekarang, dalam pilgub NTT, mengapa FREN menang? Belum ada jawaban. Yang pasti, apa pun jawabannya, FREN sudah menang menurut hasil quick count. Dan untuk itu kita ucapkan: profisiat!
"Bentara" FLORES POS, Senin 16 Juni 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar