21 Maret 2009

Rasionalitas Simon Hayon

Oleh Frans Anggal

PGRI Larantuka menuntut uang makan PNS dinaikkan Rp2.500 dari Rp7.500 menjadi Rp10.000. Selain rujukan aturan yang disodorkan tidak pas, tuntutan itu sendiri didesakkan di tengah tahun anggaran berjalan. Kalau dipenuhi maka penambahan itu harus menyedot anggaran yang sudah dialokasikan bagi pembangunan sarana publik seperti jalan raya, air bersih, dan listrik terutama di desa-desa terpencil.

Atas dasar aturan yang tepat, dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, serta demi mendahulukan kepentingan masyarakat kecil yang jumlahnya jauh lebih besar, Bupati Simon Hayon mengambil sikap: menolak tuntutan PGRI.

Karena sikapnya itu, Bupati Simon didemo. Kendati didemo, ia tetap tegas. Bahkan, ia mempertaruhkan jabatan bila sikapnya ini dinilai salah oleh rakyat. “Kalau rakyat katakan Simon Hayon tolak tambahan Rp2.500 itu keliru, tidak baik, dan rakyat membela para guru, saya berhenti. Saya tidak ragu-ragu. Saya tidak akan berpihak pada kebatilan.”

Apa yang batil? Sikap PGRI. PGRI memaksakan penerapan aturan yang tidak pas demi kepentingannya sendiri. PGRI menuntut penambahan uang makan di tengah tahun anggaran, itu sama dengan merampas hak publik yang sudah dijatahkan. Lebih daripada itu, PGRI yang notabene minoritas memaksakan kehendak, yang bila dipenuhi akan sangat merugikan mayoritas rakyat Flotim yang lebih membutuhkan perhatian. Atas cara demikian, pemaksaan kehendak PGRI merupakan bentuk tirani minoritas.

Itulah kebatilan yang ditolak Simon Hayon. Dia tidak ragu-ragu, bahkan berani mempertaruhkan jabatan politiknya. “Kalau rakyat katakan Simon Hayon tolak tambahan Rp2.500 itu keliru, tidak baik, dan rakyat membela para guru, saya berhenti.”

Ada sesuatu yang bernilai dari sikap seperti ini. Politik dipandang tidak sebagai sesuatu yang pragmatis, yang hanya menyangkut tujuan dan cara mencapainya, tetapi sebagai sesuatu yang eksistensial yang melibatkan rasionalitas nilai-nilai. Politik di sini lebih mirip suatu etika yang menuntut agar sesuatu yang dipilih harus dapat dibenarkan oleh akal sehat dan teruji oleh kriteria moral.

Rasionalitas nilai dalam sikap Simon Hayon terlihat sangat jelas. Ia merujuk pada aturan yang pas. Ia mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. Ia melakukan pilihan mendahulukan kepentingan mayoritas orang-orang kecil, miskin, dan lemah. Dan untuk pilihan yang tepat ini, ia mempertaruhkan jabatannya, yang kalau dilihat lebih jauh, juga mempertaruhkan hidupnya sendiri. Tentang ini, sepenggal puisi penyair Jerman Friedrich Schiller layak dikutip: hidup yang tak dipertaruhkan, tak akan pernah dimenangkan.

"Bentara" FLORES POS, Selasa 24 Juni 2008

Tidak ada komentar: