Oleh Frans Anggal
Bupati Flotim Simon Hayon dinilai menyebarkan ajaran sesat. Penilaian itu dibuat oleh beberapa tokoh Katolik dan imam dari empat paroki di Larantuka. Penilaian dibuat tertulis dan diberitakan media. Sumbernya anonim alias “kata orang”, “konon”, “kabarnya”.
Kapan Bupati Simon menyebarkan ajaran sesat, di mana, dalam konteks apa, dan siapa saksi mata, tidak jelas. Kini para penilai sedang melakukan mengumpulan barang bukti dan keterangan (pulbaket). Jadi, penilaian itu hanya atas dasar gosip. Pokoknya, vonis duluan, bukti belakangan. Dengan logika jungkir balik seperti ini, siapa sebenarnya yang sedang melakukan penyesatan di Flotim?
Lebih lanjut, para tokoh dan imam Katolik yang tergabung dalam Forum Dewan Paroki Se-Kota Larantuka itu mendatangi DPRD. Soal ajaran sesat yang adalah urusan interen Gereja Katolik dibawa ke lembaga politik. Kenapa tidak ke uskup? Atau, di mana inisiatif Gereja setempat dalam kasus yang dituduhkan kepada seorang anggota Gereja bernama Simon Hayon? Ini penjungkirbalikan. Yang menjadi tupoksi Gereja dibawa ke lembaga politik. Sebaliknya, dalam kasus lain, tupoksi lembaga politik dibawa masuk Gereja.
Dengan tupoksi jungkir balik seperti ini, siapa sebenarnya yang sedang melakukan penyesatan di Flotim?
Di depan DPRD, forum menyatakan Bupati Simon membuat pernyataan yang menyesatkan, membodohkan, dan melecehkan masyarakat. Terlihat, isu digeser. Dari soal “ajaran sesat” yang eksklusif urusan Gereja ke soal “pernyataan menyesatkan” yang meluas dan bersifat umum kemasyarakatan sehingga bisa diurus oleh DPRD. Penggeseran isu kian kentara ketika uang makan PNS ikut dipersoalkan oleh forum dewan paroki. Semula ini urusan PGRI, sekarang dewan paroki ikut campur. Jungkir balik.
Dengan penggeseran isu dan penjungkirbalikan peran seperti ini, siapa sebenarnya yang sedang melakukan penyesatan di Flotim?
Sangat tepat kritikan Romo Frans Amanue Pr. “Ketika (dulu) Forum Reformasi Flotim bersama beberapa pastor menuding dugaan KKN Bupati Felix Fernandez, institusi Gereja tidak jelas sikapnya, malah ‘memusuhi’ pastor-pastor itu. Padahal KKN merugikan rakyat. Sekarang institusi Gereja terlihat bermanuver, sepertinya menggalang kekuatan melawan musuh. Apa yang kamu cari? Mau jatuhkan Simon sebagai bupati? Jika itulah yang tersembunyi di balik manuver tersebut, apa Gereja tidak sedang berpolitik?”
Kritikan Romo Frans terhadap Gereja Larantuka ini mengandung esensi yang sama: penjungkirbalikan tupoksi. Urusan sendiri, lepas tangan. Urusan orang, malah sibuk.
Nah, dengan tupoksi jungkir balik seperti ini, siapa sebenarnya yang sedang melakukan penyesatan di Flotim? Simon Hayon? Atau?
"Bentara" FLORES POS, Kamis 19 Juni 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar