08 Februari 2009

Mengenang Romo Zakarias Juhadun

Oleh Frans Anggal

Harian Umum Flores Pos edisi Sabtu 8 Juli 2006 menurunkan berita tentang meninggalnya Romo Zakarias Juhadun, Pr, seorang imam projo Keuskupan Ruteng. Hingga mengembuskan napas terakhir di RS Cancar pada Selasa (4/7), Romo Zaka adalah orang yang sangat berarti bagi Keuskupan Ruteng.

Ia Pastor Paroki Kuwu, merangkap Deken Kuwu, dan merupakan tangan kanan Yayasan Persekolahan Umat Katolik Manggarai (Yasukma) dalam mengelola lembaga pendidikan SMPK dan SMAK St. Klaus Kuwu, salah satu sekolah favorit dan bermutu di Manggarai saat ini. Kanker usus yang dideritanya beberapa tahun belakangan mengharuskan ia melepaskan semua tugas dan tanggung jawab penting itu untuk kembali menghadap Sang Khalik.

Romo Zaka dikenal sebagai sosok yang teguh dalam prinsip. Ia pribadi tegas, dan tak jarang meledak marah kalau ada hal yang menurutnya tidak semestinya terjadi. Umat yang terlambat menghadiri misa, wanita yang berpakaian tidak sopan ke gereja, orangtua yang membiarkan anaknya menjadikan rumah Tuhan tempat sampah bungkusan manisan, perayaan liturgi yang tidak disiapkan matang, kor yang bernyanyi asal-asalan, kegemaran para suami berjudi, dan aneka perbuatan tercela lainnya selalu bisa membuat dia mengeluarkan kata-kata keras, yang oleh sebagian orang yang berperasaan halus dianggap kasar. Umat Paroki Kumba-Ruteng yang dipimpinnya belasan tahun, misalnya, sudah tahu bahwa di hadapan Romo Zaka semua urusan harus tepat: tepat alasannya, tepat sikap, tindakan, dan caranya, tepat tempatnya, dan tepat waktunya.

Semua mozaik kepribadian itu terlihat cocok untuk mendukung terobosan yang ia lakukan, baik di Paroki Kumba maupun di Paroki Kuwu yang diabdinya hingga akhir hayat. Terobosan yang patut dicatat adalah upaya sungguh-sungguh dan terus-menerus menyadarkan umat tentang pentingnya keberdikarian hidup menggereja dalam paroki. Poin ini menjadi titik perhatiannya pada tahun-tahun awal memimpin. Lewat khotbah dan katekese umat serta pada berbagai kesempatan, ia selalu mengatakan bahwa dalam hal finansial sekalipun, Gereja tetaplah gerejanya umat, yang hidup dari umat, hidup oleh umat, dan hidup untuk umat. Awalnya ia ditantang. Sebab, sudah sekian lama umat dimanjakan dan merasa Gereja sebagai Gerejanya pastor, Gerejanya uskup, Gerejanya Vatikan, yang saban tahun mendapat bantuan dari luar negeri. Umat belum cukup tahu bahwa kran bantuan luar negeri perlahan-lahan dikatup, yang mengharuskan mereka hidup dari keringat sendiri. Inilah yang ditanamkan Romo Zaka. Lama, tapi akhirnya ia berhasil. Iuran Gereja Mandiri meningkat, derma umat melonjak. Umat bisa menghidupi paroki, menggaji pastor dan karyawannya, serta membelanjakan segala kebutuhan paroki dari hasil keringat umat sendiri.

Terobosan pemberdikarian finansial paroki ini didukung dengan manajemen profesional dan terbuka oleh dewan paroki yang terdiri dari para awam terlatih. Pastor tidak perlu pegang dan urus uang. Itu urusan awam. Uang derma misalnya dihitung di tempat terbuka dan diamankan para petugas. Dengan demikian, skandal keuangan yang dapat menggoda seorang pastor paroki tidak perlu terjadi.

Karena itulah, kalau ada yang patut dicatat sebagai sumbangan terbesar Romo Zaka bagi umat dan Keuskupan Ruteng maka sumbangan itu adalah pemberdikarian umat, khususnya pemberdikarian finansial dalam hidup menggereja dan berparoki. Justru poin inilah yang menjadi titik star Keuskupan Ruteng di awal masa kegembalaan Uskup Eduardus Sangsun, SVD.
Romo Zaka mengembuskan napas terakhir hanya beberapa jam setelah merayakan ekaristi bersama dengan uskupnya. Sebuah perjamuan terakhir dan terindah, setelah semua tugas yang dipercayakan sang uskup sudah ia tunaikan dengan penuh pengorbanan.
Selamat jalan Romo. Beristirahatlah dalam damai.

“Bentara” FLORES POS, Senin 10 Juli 2006

Tidak ada komentar: