08 Februari 2009

Ironi Baru Kasus Poso

Oleh Frans Anggal

Tewas tertembaknya Sekretaris Umum Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Pendeta Irianto Kongkoh memperpanjang ironi kasus Poso. Ironi kian mengental bila penembakan atas diri pendeta ini diletakkan dalam konteks Tibo cs yang telah dibunuh oleh negara atas nama hukum.

Eksekusi mati Tibo cs sendiri mengandung empat butir kontroversi. Ada 19 saksi yang memberatkan, namun 18 orang menyatakan tidak pernah melihat sendiri Tibo cs melakukan kejahatan yang dituduhkan. Satu saksi menyatakan melihat Tibo melatih 700 orang pasukan yang dipersiapkan menyerbu Poso, namun tidak mengenal satu orang pun dari 700 orang yang dilatih Tibo. Ini peradilan yang tidak memenuhi standar tertinggi sebagaimana diwajibkan oleh kovenan internasional berkenaan dengan hukuman mati.

Tibo cs didakwa menjadi aktor intelektual, pelatih pasukan 700 orang, pemimpin sekaligus pelaku penyerbuan yang mengakibatkan pembunuhan sekitar 200 orang dan terbakarnya ratusan rumah. Apakah dapat dipercaya bahwa Tibo yang tidak lulus SD, miskin secara ekonomi, serta secara sosial merupakan pendatang minoritas di daerah Poso mempu melakukan itu? Apakah ketiganya memiliki kompetensi sosial, politik, maupun ekonomi untuk melakukan itu? Apakah ketiganya memiliki motif politik, sosial, atau ekonomi untuk melakukan itu?

Delapan tahun terakhir negeri ini dilanda berbagai konflik horizontal dengan jumlah korban yang luar biasa banyak seperti di Maluku, Kalimantan, dan Aceh. Anehnya hanya di Poso dan hanya dalam kasus Poso III negera menjatuhkan hukuam mati. Apa yang khusus dengan Posos III jika dibandingkan dengan konflikan horizontal di tempat-tempat lain?

Proses peradilan Tibo cs dari pengadilan negeri hingga pututsan kasasi MA hanya berlangsung selama 7 bulan. Lalu pelaksanaan eksekusinya juga dibuat secepatnya. Padahal sejak 1982 hingga 2004 tidak kurang dari 63 orang Indonesia yang sedang menunggu eksekusi. Sementara sebelumnya telah dilakukan eksekusi terhadap 8 orang yang rata-rata menunggu selama 10 tahun! Ada apa sehingga eksekusi Tibo cs dibikin tergesa-gesa?

Empat kontroversi di atas kini diperkental dengan tewas tertembaknya Pendeta Irianto Kongkoh. Kalau benar Tibo cs otak kerusuhan Poso III, semestinya setelah tiga terpidana mati itu dibunuh oleh negara maka Poso menjadi aman. Nyatanya tidak demikian. Bom tetap meledak. Penembakan misterius masih terjadi, kali ini bahkan saat Polda Sulteng menggelar operasi kontigensi serta status Kota Palu dan Poso dalam siaga satu.

Siapa sebenarnya otak dari semua kerusuhan ini? Kini menjadi semakin jelas bahwa negara telah membunuh orang yang salah. Menyedihkan!

“Bentara” FLORES POS, Rabu 18 Oktober 2006

Tidak ada komentar: