08 Februari 2009

Kenapa Masyatakat Sikka Marah?

Oleh Frans Anggal

Jenazah Tibo dkk telah dikuburkan. Tibo dan Riwu di tanah perantauan Sulawesi, sedangkan Dominggus di tanah kelahirannya Sikka.

Di Sulawesi, pemakaman jenazah Tibo dan Marinus dihadiri 5 ribu massa. Di Sikka jenazah Dominggus diarak oleh sekitar 10 ribu warga. Semuanya aman dan tertib.

Kondisi ini jauh berbeda dengan yang terjadi pada hari ketika ketiga terpidana mati dieksekusi. Di Sikka, di Atambua, massa mengamuk dan anarkis. Berberbeda dengan Atambua yang memang rawan konflik sejak Timtim lepas dari NKRI, masyarakat Sikka memiliki alasan yang jauh lebih sederhana. Masyakat Sikka marah karena perlakuan terhadap jenazah Dominggus dinilai tidak wajar. Jenazah Tibo dan Riwu diterbangkan ke kampung tempatnya merantau di Sulawesi, sedangkan jenazah Dominggus dimakamkan di pekuburan umum dekat tempat eksekusi. Permintaan terakhirnya agar jenazahnya disemayamkan di gereja Katolik setempat dan diterbangkan ke Sikka tidak dipenuhi aparat negara.

Dalam penjelasannya, aparat negara menyebutkan alasan keamanan. Pengandaiannya, kerusuhan akan terjadi bila jenazah disemayamkan di gereja setempat. Eskalasinya akan lebih besar bila jenazah diterbangkan ke tanah kelahiran di Sikka. Prediksi Kapolres Sikka sebagaimana dilansir Flores Pos menggambarkan, pada saat kedatangan jenazah, bisa terjadi mobilisasi massa menuju Bandara Waioti, disusul iring-iringan menuju rumah duka. “Dalam situasi seperti ini bisa saja terjadi pembakaran dan sabotase terhadap pesawat yang masuk bandara.”

Kita sesalkan kenapa kepanikan aparat negara bisa berlebihan seperti ini. Kalau saja mereka sedikit terbuka menerima masukan maka langkah keliru dan dampaknya tidak akan terjadi. Di sini perlunya aparat negara mengenal budaya masyarakat, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan agama.

Menjelang eskekusi Tibo dkk, umat Katolik sudah dipersiapkan imannya. Kalau jenazah Dominggus diizinkan disemayamkan di gereja Katolik setempat setelah dieksekusi dan segera diterbangkan ke Sikka, masyarakat tidak akan mengamuk. Gereja adalah tempat yang sakral. Apalagi bila di dalamnya disemayamkan jenazah orang yang berbulan-bulan mereka doakan keselamatan akhiratnya. Demikian pula yang pasti terjadi di Sikka. Orang Flores menghormati jenazah dan takut bikin onar di depan jenazah. Mereka marah bila jenazah diperlakukan secara tidak layak. Justru inilah kekeliruan aparat negara. Mereka masih juga sewenang-wenang terhadap jenazah yang semestinya sudah menjadi urusan keluarga.

Dengan ini kita tidak hendak membenarkan tindakan anarkis masyarakat Sikka membakar Kantor Pengadilan Negeri Maumere. Yang menjadi poin kita, sikap tak bijak aparat negara turut meningkatkan kekecewaan masyarakat sehingga bereskalasi menjadi amarah dan anarki. Ini yang kita sesalkan, selain anarki itu sendiri kita tolak apa pun alasannya.

“Bentara” FLORES POS, Selasa 26 September 2006

Tidak ada komentar: