08 Februari 2009

Siapa yang Ciptakan Ketidakamanan?

Oleh Frans Anggal

Berbagai elemen masyarakat Kabupaten Sikka mendesak kapolres setempat menarik semua pasukan yang kini masih berada di Kota Maumere. Pasukan ditempatkan jelang eksekusi Tibo dkk. Saat itu Maumere ditetapkan berstatus siaga I. Kini kondisinya sudah normal. Tak ada alasan pasukan berlama-lama lagi di sana. Di saat normal seperti sekarang ini, selain tidak diperlukan lagi, kehadiran pasukan hanya akan terasa mengganggu.

Perasaan masyarakat ini tidak tertangkap baik oleh antena kepemimpinan Bupati Alexander Longginus. Menurut dia, keberadaan pasukan tidak mengganggu warga. Pernyataannya justru berbeda dengan tanggapan simpatik Kapolres Endang Syafruddin. “Kita sudah mempertimbangkan pemulangan pasukan. Kita juga sangat menghargai masukan dari semua pihak yang menginginkan agar personel yang diperbantukan segera kembali ke wilayah hukum masing-masing.”

Kehadiran pasukan ibarat obat untuk penyakit. Dalam dosis yang terukur dan untuk jangka waktu tertentu, obat itu berfungsi menyembuhkan. Bila penyakit telah hilang dan kesehatan pulih, obat tidak diperlukan lagi. Bila masih diberikan, obat justru mendatangkan penyakit. Obat adalah obat dalam takaran tertentu, selebihnya ia adalah racun bagi tubuh.

Kehadiran sekian banyak pasukan di Maumere jelang dan pasca-eksekusi Tibo dkk adalah obat yang dibutuhkan bagi pengamanan wilayah setempat. Tiadanya pasukan dalam jumlah yang dianggap memadai bisa menimbulkan keberanian yang tidak bertanggung jawab pada diri warga masyarakat yang emosional atau mudah terhasut. Pembakaran Kantor Pengadilan Negeri Maumere merupakan bukti tak terbantahkan bahwa tidak ketatnya pengamanan turut membuka peluang bagi tindakan anarki.

Kini Maumere sudah sehat. Kota itu tidak membutuhkan lagi obat berupa pasukan yang jumlahnya jauh di atas ambang batas normal. Dalam situasi seperti ini, kehadiran pasukan malah menimbulkan sakit baru. Kalau sebelumnya warga disakiti oleh kesewenang-wenangan negara membunuh rakyatnya sendiri dalam diri Tibo dkk, kini dengan jumlah pasukan yang belum dipulangkan juga padahal situasi sudah normal, rakyat merasa terganggu kententeramannya. Meski para personelnya tidak berulah atau melontarkan kata-kata ancaman, toh kehadiran banyak pasukan dalam situasi normal hanya memberikan kesan teror. Kalau demikian kondisi yang tercipta, kita pantas bertanya-tanya, dalam situasi seperti ini siapa sebenarnya yang menciptakan ketidakamanan? Apakah warga masyarakat ataukah justru aparat keamanan sendiri?

“Bentara” FLORES POS, Sabtu 7 Oktober 2006

Tidak ada komentar: