08 Februari 2009

Anehnya Debu Bandara Itu

Oleh Frans Anggal

Ada sesuatu yang aneh dalam penanganan debu di Bandara Hasan Haji Aroeboesman Ende.

Debu beterbangan terutama saat pesawat bermesin jet Fokker F-28 lepas landas. Debu menimpa permukiman warga. Banyak warga terserang infeksi saluran pernapasan. Penyiraman dengan menggunakan mobil tangki selalu dilakukan pengelola penerbangan GSA Pelita Air Ende Heri Wongge sesaat sebelum pesawat tiba. Tetapi tidak mempan juga. Tak tahan lagi, beberapa kali warga berdemo memblokir bandara. Penerbangan terganggu. Banyak pihak mempersalahkan Heri Wongge karena dinilai kurang serius menangani debu. Tudingan tidak hanya datang dari masyarakat yang kurang mengerti, tetapi juga dari beberapa pejabat eksekutif dan legislatif yang salah kaprah.

Siapakah Heri Wongge sehingga harus dimintai keseriusannya dalam hal yang bukan merupakan tanggung jawabnya? Heri hanyalah seorang pengelola jasa penerbangan. Dalam kaitan dengan bandara, dia hanyalah pengguna jasa bandara. Yang urus bandara adalah pengelola bandara. Bandara yang tidak aman, tidak nyaman, tergenang air saat hujan, dan berdebu saat kemarau, itu urusan pengelola bandara, bukan urusan pengelola jasa penerbangan. Di mana-mana begitu, kecuali di Ende dalam kasus debu.

Sekadar perbandingan. Kalau hotmiks di Jalan El Tari Ende berlubang dan tergenang air yang menyebabkan air terpecik mengenai pejalan kaki saat kendaraan lewat, siapa yang harus memperbaiki jalan itu? Apakah semua pengusaha angkutan Kota Ende harus kumpul duit untuk perbaikan? Lalu apa kerjanya Dinas Kimpraswil dan ke mana saja dana rehabilitasi yang sudah dianggarkan?

Perbandingan lain. Kasus pembuangan limbah hotel yang menebarkan bau busuk kepada warga sekitar. Siapakah yang bertanggung jawab? Tentu manajemen hotel, bukan biro travel yang membawa tamu menginap di hotel itu. Demikian juga semestinya dalam kasus debu Bandara Aroeboesman. Pihak manajeman atau pengelola bandaralah yang bertanggung jawab. Merekalah yang semestinya melakukan penyiraman, bukan pengelola penerbangan.

Karena itulah, penyiraman yang dilakukan Heri Wongge harus dipandang sebagai sesuatu yang melampaui kewajibannya. Bahasa agamanya, pengorbanan. Karena bukan merupakan kewajibannya, dia berhak untuk menolak. Tapi itu tidak ia lakukan. Ia memilki kepedulian sosial. Dia pun tidak bisa digugat secara hukum oleh masyarakat (class action). Yang harus digugat justru pengelola bandara.

Kita berharap, baik masyarakat maupun dan terutama pejabat eksekutif dan legislatif di Kabupaten Ende tidak asal omong dan main tuding.

“Bentara” FLORES POS, Selasa 11 November 2006

Tidak ada komentar: