08 Februari 2009

Bayi Mbaru Gendang

Oleh Frans Anggal

Halaman depan Flores Pos Kamis 28 Desember 2006 menampikan foto rumah Natal di gereja Paroki St Mikhael Kumba-Ruteng Manggarai. Sebuah miniatur rumah panggung dengan bahan serba lokal. Atap ijuk. Dinding bambu. Dengan tiang tengah berupa tiang tunggal sebagai penyangga utama. Lantainya tikar daun pandan. Di atas tikar, di kaki tiang utama itulah patung bayi Yesus dibaringkan. Yesus lahir di mbaru gendang. Lahir di rumah adat, di pusat kehidupan dan budaya orang Manggarai.

Muda Mudi Katolik (Mudika) Paroki Kumba di bawah bimbingan pastornya Rm Ardus Noveri Pr sengaja membangun sebuah ‘rumah’ untuk Yesus, bukan ‘gua’ atau ‘kandang’ Natal seperti lazimnya. ‘Gua’ atau ‘kandang’ selalu mengingatkan umat akan kelahiran Yesus nun jauh di Betlehem 2006 tahun silam. ‘Gua’ atau ‘kandang’ bisa menjadikan Natal cuma kenangan. (Mana ada bayi manusia lahir di gua atau kandang hewan saat ini?). Bagi anak-anak, Natal di ‘gua’ atau ‘kandang’ bisa menjadi semacam cerita dongeng saja. Ada kekhawatiran Natal menjadi terasing dari kehidupan nyata umat.

Mudika Paroki Kumba hendak mengalihkan ingatan umat dari ‘luar negeri’ (Betlehem) ke ‘dalam negeri’ (Manggarai). Mereka mau menarik perhatian umat dari ‘kisah masa lalu’ (2006 tahun silam) ke ‘cerita masa kini’. Bahwa Yesus lahir di sini, saat ini. Injil Yohanes mengatakan Dia telah tinggal di antara kita. Simbol yang cocok untuk ke-KITA-an adalah mbaru gendang. Di tempat inilah musyawarah dan mufakat dicapai. Di tempat inilah suka dan duka, kegelisahan dan harapan dibagikan. Di tempat inilah persoalan kehidupan bersama dibahas dan dicarikan jalan keluar. Di tempat inilah pertikaian diredakan dan damai disemaikan.

Dengan memilih mbaru gendang sebagai rumah Natal, Mudika Paroki Kumba hendak menyadarkan umat akan hakikat ke-KINI-an dan ke-DI-SINI-an Natal. Mereka ingin memberi pesan bahwa Yesus harus selalu ‘dilahirkan’ setiap hari dalam kehidupan nyata di tengah masyarakat. Apalah artinya merayakan Natal kalau hanya mengingat kisah 2006 tahun silam tapi melupakan kehidupan kemasyarakatan saat ini? Apalah artinya merayakan Natal kalau hanya membayangkan kandang di Betlehem tapi lalai memperhatikan mbaru gendang sendiri? (Mungkin banyak mbaru gendang di Manggarai telah berubah, bukan lagi sebagai ‘rumah Natal’ tempat damai bersemayam, tapi telah menjadi ‘kandang hewan’ karena kotor oleh percekcokan dan saling menjegal gara-gara pilkada dan aneka kepentingan ingat diri).

Yesus telah lahir di mbaru gendang. Telah menjadi bayi mbaru gendang. Semoga damai-Nya bersemi dalam mbaru gendang, dalam kehidupan dan budaya masyarakat. Damai-Nya damai sejati, damai yang lahir dari perbuatan yang benar dan tindakan yang adil.

“Bentara” FLORES POS, Jumat 29 Desember 2006

Tidak ada komentar: