08 Februari 2009

Tiga Es di Labuan Bajo?

Oleh Frans Anggal

Kalau harus ada yang dibanggakan dari Labuan Bajo, itu adalah jalannya yang lebar mencapai 30 meter. Tapi kalau harus ada yang perlu dijengekeli, itu adalah air minum bersih yang langka.

Kalau mesti dipilih, mana yang harus diutamakan, melebarkan jalan atau mencukupkan air minum bersih bagi warga, jawabannya jelas: air minum. Tetapi mengapa yang duluan dilakukan justru pelebaran jalan kota? Padahal, tanpa jalan yang lebar, orang Labuan Bajo masih bisa hidup sehat. Tapi tanpa air minum bersih, bukankah mereka mudah sakit dan bahkan meninggal?

Pembangunan memang sering tidak menjawabi kebutuhan paling vital dari masyarakat. Hal ini terjadi karena pembangunan lebih banyak menjadi jelmaan keinginan orang-orang yang di atas yang notabene tidak sedang bermasalah dengan kebutuhan vital makan dan minum. Tidak berarti bahwa masyarakat bawahlah yang harus merancang pembangunan. Perancang tetaplah yang di atas karena merekalah yang empunya keterampilan dan kewenangan, namun rancangan mereka harus berangkat dari kebutuhan yang di bawah. Hanya atas cara inilah baru dapat terwujud tujuan pembangunan menyejahterakan masyarakat.

Masalah air minum di Labuan Bajo merupakan buah dari model pembangunan ‘dari-atas-ke-bawah’. Bisa jadi, pemerintah menganggap diri paling tahu tentang apa yang paling dibutuhkan masyarakat ketimbang masyarakat itu sendiri. Kalau ini yang terjadi maka pemerintah ‘cuma’ keliru: tidak tahu kok anggap diri paling tahu. Kekeliruan bukanlah kejahatan, namun dampaknya bisa sangat merugikan banyak orang. Yang memprihatinkan adalah apabila pemerintah sengaja tidak memperhitungkan kebutuhan vital masyarakat karena dinilai kurang menguntungkan diri aparatur secara ekonomis. Yang memprihatinkan adalah apabila yang dilihat hanyalah keuntungan ekonomis bagi diri penyelenggara, bukan soal apakah proyek itu menjawabi kebutuhan vital masyarakat atau tidak. Yang memprihatinkan adalah apabila yang diperjuangkan hanyalah proyek besar karena besar anggarannya dan besar pula komisinya.

Pemerintah sering beralasan anggaran terbatas, dan karena itu pembangunan harus bertahap. Yang menjadi pokok soal bukan pada terbatasnya anggaran dan bertahapnya pembangunan. Keterbatasan anggaran merupakan kenyataan. Kebertahapan pembangunan merupakan keharusan. Poinnya bukan itu, tetapi pilihan kebijakan mendahulukan yang mana.

Pilihan kebijakan sangat ditentukan oleh moralitas penentu kebijakan. Kalau orientasinya cuma untuk melayani suka-nya, saku-nya, dan suku-nya (tiga es) maka kebutuhan vital masyarakat seperti air minum bersih tidak bakal menjadi prioritas kepedulian.

Semoga krisis air minum di Labuan Bajo bukan karena tiga es.

“Bentara” FLORES POS, Kamis 21 Desember 2006

Tidak ada komentar: