08 Februari 2009

Bergegas, Jangan Berlambat

Oleh Frans Anggal

Warga masyarakat di Kabupaten Sikka yang selama ini mengonsumsi ubi hutan belum juga menerima bantuan pemerintah. Menurut Bupati Alexander Longginus, bantuan belum diturunkan karena hingga saat ini masih dilakukan pendataan. Bantuan akan diturunkan berupa beras dan bantuan lain melalui padat karya. Seorang warga mengatakan selama ini mereka mengonsumsi ubi hutan karena kehabisan makanan. Ia menolak pernyataan bahwa ubi hutan makanan alternatif. Ketua Forum Peduli atas Situasi Negara (Petasan) Siflan Angi kecewa karena pemerintah lamban. Warga membutuhkan makanan, bukan konsep-konsep.

Kelaparan adalah situasi gawat darurat. Ini persoalan hak dasar manusia, persoalan mati dan hidup. Penanganannya harus cepat dan tepat. Birokrasi yang berbelit-belit dan tidak cekatan merupakan hambatan. Dan hambatan seperti ini harus bisa dibongkar. Mata rantai yang terlalu panjang harus diputuskan, dibikin lebih pendek, Hanya dengan demikianlah penanganan masalah yang bersifat darurat menjadi lebih cepat.

Bisa jadi kita terheran-heran, pendataan warga yang kelaparan belum kunjung tuntas. Sedemikian sulitkah untuk dilakukan sehingga belum juga selesai? Jika dihitung sejak pertama kali kasus kelaparan ini diangkat media massa, langkah pengatasannya lamban.

Dari kacamata warga yang kelaparan, kelambanan ini menyakitkan. Media massa sudah mempublikasikan kasus kelaparan itu. Pejabat sudah memberikan tanggapan verbal. Mereka juga sudah melakukan turba, malah sampai ikut makan ubi hutan yang katanya “enak”. Semua langkah ini seakan hanya menjadi ritus tanpa tindak lanjut. Para pejabat datang melihat orang lapar, berdialog dengan orang lapar, meninjau lumbung kosong orang lapar, ikut mancicipi makanan orang lapar, lalu pulang tapi tak bergegas membantu orang lapar.

Gejala kelambanan memang sudah terlihat dari cara pemerintah menanggapi kasus ini ketika pertama kali diangkat media. Para pejabat berteori tentang ubi hutan. Katanya ubi hutan makanan alternatif. Katanya ubi hutan bisa menyembuhkan bermacam-macam penyakit. Apakah mereka sengaja melupakan bahwa warga makan ubi hutan karena kelaparan, bukan karena ingin menyembuhkan penyakit?

Karena sejak awal sudah salah sikap maka selanjutnya juga salah tanggap, lalu salah tindak. Yang gawat darurat ditangani seakan-akan kasus normal. Kelaparan yang begitu konkret dan langsung menyangkut keselamatan jiwa manusia diurus seakan-akan sedang membaca makalah tentang kelaparan. Benar kata Siflan Angi, warga membutuhkan makanan, bukan konsep-konsep.

Kita mengimbau Pemkab Sikka bergegas, jangan berlambat.

“Bentara” FLORES POS, Selasa 5 Desember 2006

Tidak ada komentar: