09 Februari 2009

Catatan untuk RSUD

Oleh Frans Anggal

Seorang narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Ende meninggal karena HIV/AIDS. Sebelumnya ia menghuni lapas Bajawa. Ia dipindahkan ke Ende demi memudahkan perawatan kesehatan. Selama di Bajawa sakitnya tidak sembuh-sembuh. Di Ende juga begitu. Masuk keluar rumah sakit beberapa kali. Belakangan, saat ajal hendak menjemput, baru diketahui ia mengidap HIV/AIDS. Itu pun setelah dilakukan pemeriksaan darah lengkap pada Palang Merah Indonesia.

Kepergian sang narapidana tentu merupakan kehilangan besar bagi istri, anak, keluarga, dan kerabat. Namun satu hal patut disyukuri bahwa akhirnya sebab kematiannya bisa diketahui, yakni karena HIV/AIDS. Pengetahuan ini penting untuk langkah selanjutnya. Istri dan anak perlu diberi tahu tentang sebab kepergian orang yang mereka kasihi. Pemberitahuan kepada mereka merupakan kewajiban pihak rumah sakit atau lembaga terkait. Disebut sebagai kewajiban karena pihak keluarga berhak untuk tahu. Ini hak dasar keluarga. Pemenuhannya oleh lembaga bukanlah tindakan baik budi, tapi kewajiban. Dengan adanya kepastian sebab kematian itu, istri dan anaknya perlu segera menjalani pemeriksaan darah. Sebab HIV bisa menular melalui hubungan seks dan hubungan fisio-biologis antara ibu yang tertular dan anak yang dikandung.

Lembaga terkait berkewajiban pula mengecek kepada siapa saja sang narapiana pernah mendonorkan darah, terutama selama dia masih sehat-sehat di Lapas Bajawa. Sudah menjadi kelaziman, masyarakat yang membutuhkan darah mendatangi lapas. Banyak warga lapas menjadi pendonor. Bahkan ada dari antara mereka yang mendapat potongan masa tahanan (remisi) karena berbuat amal mendonorkan darah.

Data tentang pemberi dan penerima darah mesti ada pada Rumah Sakit Umum Bajawa. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah si narapidana pernah menjadi pendonor? Kalau pernah, kepada siapa saja ia mendonorkan darahnya? Secara teoritis, orang yang menerima darah dari pengidap HIV berkemungkinan besar tertular virus yang belum ada obatnya itu.

Kalau benar si narapidana pernah menjadi pendonor, pertanyaan berikutnya: apakah RSUD sudah melakukan tes HIV/AIDS sebelum darah didonorkan? Kalau tahap ini tidak ditempuh maka RSUD telah melakukan kelalaian. Sangat fatal akibat dari kelalaian seperti ini. Kelalaian, yang mengakibatkan HIV menular kepada siapa saja. Pihak RSUD harus rendah hati mengakui kelalaiannya dan berkewajiban menyampaikannya kepada si penerima darah. Si penerima perlu segera melakukan pemeriksaan.

Kasus sang narapidana kiranya menjadi perhatian semua RSUD. Agar selalu tepat prosedur dalam melakukan transfusi darah.

“Bentara” FLORES POS, Kamis 11 Januari 2007

Tidak ada komentar: