09 Februari 2009

Flotim Mesti Lebih Peka

Oleh Frans Anggal

Kondisi jalan raya di Flotim memberikan gambaran bahwa jalan kabupaten mengalami rusak berat. Dari 581 km, cuma 110 km yang baik, lainnya 126 km rusak ringan dan 346 km rusak berat.

Masuk akal kalau Flotim menempatkan infrastruktur pelayanan desa sebagai prioritas utama pembangunan jangka menengahnya. Pembangunan jalan raya dan jembatan mendapat prioritas, bersama dengan infrastruktur pendidikan, kesehatan, air bersih/permukaan, dan perumahan/permukiman.

Dari segi program di atas kertas, Flotim sudah berada pada rel yang tepat. Yang menjadi soal, seperti kebanyakan pada kabupaten lain, adalah penerapannya. Terutama ketika pemerintah diperhadapkan dengan tuntutan, baik yang datang dari masyarakat maupun yang bergaung dari ruang DPRD. Tuntutan masyarakat umumnya riil sesuai dengan kebutuhan mereka. Yang sering ‘mengganggu’ adalah apabila muncul perbedaan kepentingan antara masyarakat umum dan DPRD. Pemerintah bisa berada pada posisi sulit.

Yang paling aktual adalah soal penerapan PP No 37 Tahun 2006 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD. PP ini sangat krusial. Isi krusial PP ini adalah penetapan kenaikan gaji ketua dan anggota DPRD sebesar 300 persen dan tunjangan komunikasi intensif sebesar 600 persen. Dengan kenaikan itu maka gaji ketua DPRD adalah Rp 22 juta/bulan, sementara anggota berkisar Rp15-18 juta. Jumlah yang fantastis bagi NTT yang miskin.

Secara kasat mata keputusan tersebut berpunggungan dan menyimpang dari asas/roh kepatutan sosial bila bercermin pada fakta sosial-ekonomi masyarakat NTT. Logika peraturan yang dibuat seharusnya juga menyertakan logika kepatutan sosial, yang dalam kasus ini bercermin pada realitas sosial, ekonomi, dan budaya yang ada. Jadi tidak sekadar mengikuti prosedur semata seperti apa kata pemerintah pusat/provinsi.

Ada kecenderungan pemerintah dan DPRD menampilkan model kepemimpian masinal yang hanya bertumpu pada keputusan prosedural, mengikuti saja aturan yang berlaku. Alasan kunonya, ini petunjuk pusat, gubernur telah memberikan instruksi dll. Banyak bupati begitu lunak dan mengiyakan saja kemauan DPRD.

Kalau berkaca pada program Flotim memprioritaskan pembagunan infrastruktur pelayanan desa maka kehadiran PP 37/2007 amat ironis dan paradoksal. Deraan bencana dan impitan eknonmi tengah dialami masyarakat. PP kenaikan tunjangan bagi DPRD yang amat fantastis sungguh mencederai rasa keadilan masyarakat.

Kita berharap Flotim lebih peka terhadap kepantasan dan kemampuan keuangan daerah. Jangan mengikuti daerah lain yang sudah buta dan tuli terhadap penolakan masyarakat.

“Tajuk” DIAN, Minggu 14 Januari 2007

Tidak ada komentar: